Akhlak
Terhadap Qarib Kerabat dan Tetangga
Makalah ini Dibuat Guna Menambah
Nilai
Mata Kuliah:Akhlak
Dosen Pengampuh:Dr.Sangkot Sirait
OLEH:
MUHAMMAD TASDIK (10411073)
PAI-2
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN KALI
JAGA
YOGYAKARTA
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke
hadirat Allah subhanahu wata'ala. Berkat rahmat-NYA saya dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul "Memahami Akhlak terhadap Qarib Kerabat dan
Tetangga".
Makalah ini disusun guna menambah nilai mata kuliah Akhlak.
Saya berterimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu, sehingga makalah ini dapat diselesaikan pada
waktunya.Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan mungkin
masih banyak terdapat kesalahan baik dalam penulisan maupun dalam segi
materinya. Oleh karena itu, Saya sangat mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan
informasi serta menambah wawasan ilmu bagi kita semua. Amien.
BAB I
PENDAHULHAN
A.
Latar Belakang
Pergaulan dengan tetangga serta
kerabat menjadi masalah yang cukup berarti pada saat ini, apalagi dalam konteks
masyarakat perkotaan yang kebanyakan cenderung bersifat individualistis. Dalam
model masyarakat yang seperti ini, bisa jadi jarang ditemukan terdapat tetangga
yang peduli, menghormati atau bahkan untuk sekedar mengenal tetangganya. ini
mungkin saja disebabkan karena rumah-rumah mereka terhalang oleh tembok-tembok
bangunan yang kokoh. Selain itu, mereka juga mempunyai kesibukan masing-masing
yang mungkin berbeda satu sama lainnya.
Namun demikian, faktor paling penting dalam hal ini adalah kecenderungan bahwa
mereka yang tidak mau berurusan dengan orang lain bila tidak ada unsur yang
menguntungkan di mata mereka. Tidak mau bergaul dengan tetangga bila tidak ada
keperluan mendesak. Di antara mereka jarang terjadi interaksi atau pertemuan
yang bersifat kekeluargaan. Alih-alih tetangga yang rumahnya jauh, tetangga di
sebelah rumah pun belum tentu dikenal.
Barangkali ini terjadi disebabkan
oleh rendahnya pengetahuan akhlak dalam diri seseorang atau bisa jadi karena
kurangnya kesadaran untuk berakhlak mulia dalam diri seseorang itu sendiri.
Padahal dalam Islam, pola hubungan
yang serba dingin serta acuh tak acuh seperti ini sangat dilarang. untuk lebih
jelasnya tentang bagaimana pandangan Islam mengenai akhlak kepada sanak kerabat
dan tetangga, akan kami sampaikan pada bab berikutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kerabat
Kerabat adalah orang-orang yang
mempunyai pertalian keluarga dengan kita, baik melalui jalur hubungan darah
ataupun perkawinan. Kerabat yang melalui jalur hubungan darah dinamakan "keluarga
dalam"
, sedangkan kerabat yang melalui jalur perkawinan disebut dengan "keluarga
luar".
Kerabat yang melalui jalur hubungan
darah adalah seperti ibu, bapak, anak, cucu, saudara, paman dan sebagainya.
Adapun kerabat yang melalui jalur perkawinan adalah seperti mertua, istri, adik
ipar, kakak ipar dan seterusnya. Di dalam Islam juga dikenal kerabat yang
menyerupai hubungan darah, yaitu "radha' ".
Radha' yaitu kerabat sepersusuan. Artinya, seseorang dianggap kerabat karena
semasa bayi yakni ketika belum genap berumur dua tahun ia pernah menyusu pada
ibu yang sama.
Meskipun ketiga jenis kerabat
tersebut berasal dari jalur yang berbeda, tetapi kita harus memposisikan
ketiganya secara sama.
2.
Tetangga
Tetangga adalah orang yang rumahnya
berdampingan dengan rumah kita, baik dari arah depan, belakang, samping kanan
ataupun samping kiri. Belum diketahui secara pasti sampai seberapa seseorang
itu dapat dikatakan tetangga, apakah sepuluh rumah, empat puluh rumah atau
seratus rumah. Pertanyaan-pertanyaan ini masih belum bisa dijawab secara tegas
dan pasti. Sebab tolok ukur tetangga itu bersifat elastis dan sangat luas. Bisa
saja orang yang letak rumahnya berjauhan, semisal puluhan atau bahkan ratusan
rumah, masih kita anggap tetangga karena memang kenal baik dengannya. Tetapi
tidak menutup kemungkinan, seseorang yang rumahnya hanya terpisah satu tembok
saja tidak kita anggap tetangga hanya karena kita tidak mengenalnya dengan
baik. Jadi, menurut kami tetangga adalah orang yang rumahnya berdekatan dengan
kita dan seyogyanya kita kenal baik dengannya.
B.
Berakhlak Kepada Kerabat
Dalam Islam sangat dianjurkan agar
kita senantiasa berakhlak baik kepada kerabat dan kita harus selalu menjaga
hubungan kekerabatan tersebut supaya tetap terjalin dengan kuat dan tidak
sampai terputus. Sebab, apabila tali kekerabatan terputus, maka tatanan
keluarga akan menjadi berantakan. Dan yang paling ditakutkan lagi adalah bisa
menjadi penghalang rahmat Allah kepada kita sebagaimana sabda Nabi berikut,
"Sesungguhnya rahmat Allah tidak akan diturunkan kepada suatu kaum yang
di dalamnya terdapat orang yang memutuskan tali silaturahmi." (H.R.
Muslim)
Oleh karena itu, Islam telah
menggariskan beberapa tata cara (akhlak) dalam menjaga ikatan kekerabatan ini.
Di antaranya yaitu:
1. Bersilaturahmi (Mengunjungi)
Kerabat
Dalam Al-Qur'an banyak terdapat
dalil yang menganjurkan silaturahmi kepada kaum kerabat. Di antara dalil
Al-Qur'an adalah firman Allah swt. berikut:
(annisa 36 & artinya)
Adapun hadis yang terkait dengan itu
adalah sabda Rasulullah saw. Berikut,
"Barangsiapa ingin dilapangkan
rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah dia menyambung tali
silaturahmi."
(H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
Nabi saw. pernah berkata kepada Abu
Hurairoh ra:
"Hai Abu Hurairoh, Berkunjunglah sewaktu-waktu, niscaya akan bertambah
rasa cinta".
Dalam hadis lain Rasulullah saw.
bersabda,
"Belum disebut silaturahmi sejati apabila seseorang mampu menjalin
hubungan baik dengan orang yang berbuat baik kepadanya. Tetapi yang disebut
silaturahmi sejati adalah apabila ada orang yang memutuskan tali kekerabatan
dengannya, tetapi ia mampu menyambungnya kembali."
(H.R. al-Bukhari)
Hadis ini menunjukkan bahwa
menyambung tali silaturahmi sejatinya tidak hanya kepada mereka yang sudah
menjadi keluarga dan sahabat saja. Tetapi yang lebih hakiki ialah apabila kita
mampu menyambung tali silaturahmi dengan orang yang telah memutuskan tali
kekerabatan dengan kita. Tentu saja ini lebih mulia sifatnya daripada yang
pertama tadi. Sebab, menyambung silaturahmi dengan saudara dan sahabat dekat,
insya Allah banyak orang mampu melakukannya. Namun, kalau dengan seorang musuh,
belum tentu setiap orang mampu melakukannya. Sebab, secara umum manusia
memiliki kecenderungan membalas kebaikan dengan kebaikan dan membalas kejahatan
dengan kejahatan pula.
Tali Silaturahmi akan menjadi kuat
apabila antar kerabat saling mengunjungi. Sedangkan jika hal ini jarang atau
bahkan samasekali tidak pernah dilakukan, maka masing-masing sulit mengetahui
dengan pasti tentang kabar kerabatnya. Tentu saja kondisi seperti ini sangat
rentan terhadap timbulnya keretakan hubungan. Ketika terjadi sedikit
pergesekan, bukan tidak mungkin akan menjelma menjadi api permusuhan. Inilah
mengapa mengunjungi kerabat karib akan menjadi sangat berarti.
2. Mengetahui Silsilah atau Nasab
Kerabat
Mengetahui dan menelusuri nasab
kerabat sangatlah penting. Rasulullah pernah bersabda,
"Pelajarilah nasab agar kamu
dapat mempererat tali persaudaraanmu. Sebab bersilaturahmi dapat menumbuhkan
rasa cinta kasih, melapangkan rezeki dan memperpanjang umur."
(H.R at-Tirmidzi)
Sabda Rasulullah saw. Diatas
mengisyaratkan bahwa mengetahui nasab merupakan hal yang penting. Dengan
mengetahui nasab, seseorang akan semakin termotivasi untuk mempererat tali
kekerabatan dan juga ia akan memiliki jalur kekerabatan yang lebih banyak,
sehingga dapat memperkokoh bangunan keluarganya.
Para sahabat Rasulullah saw. Dikenal
sebagai generasi yang gigih menelusuri jalur tali kekerabatan. Semua silsilah
keluarga mereka pelajari dan siapa saja yang belum pernah dikunjungi maka
mereka sisiri. Jika sudah bertemu, mereka berkenalan dan mengakrabkan diri
dengannya.
3. Berbuat Baik Kepada Karib Kerabat
Dalam Islam, berbuat baik kepada
kerabat sama halnya dengan berjuang di jalan Allah. Memperhatikan kerabat
hendaknya lebih dikedepankan. Apabila kerabat dalam kondisi lemah dan
kekurangan, maka jadikanlah mereka sebagai golongan pertama yang harus kita
bantu. Sebab mereka masih memiliki hubungan dekat dengan kita.
Allah swt. Berfirman: (Q.S. albaqarah (2): 215)
Ayat tersebut diatas menunjukkan
bagaimana urutan orang yang harus kita perhatikan terlebih dahulu. Para kerabat
ditempatkan setelah kedua orang tua, baru kemudian kelompok-kelompok lain. Ini
menunjukkan bahwa para kerabat adalah orang yang berhak diprioritaskan mendapat
perhatian terlebih dahulu.
Setiap orang masing-masing memiliki
nasib berbeda. Begitu juga dalam satu keluarga, tidak mesti masing-masing
memiliki nasib yang sama. Ada kalanya yang satu kaya, sementara lainnya miskin.
Karena itulah bagi mereka yang dianugerahi kelebihan, hendaknya berlapang dada
berbagi kepada kerabat yang membutuhkan.
4. Berlaku Adil Kepada Kerabat
Walaupun Islam mengajarkan untuk
berbuat baik kepada kaum kerabat, namun, kita harus tetap berlaku adil kepada
mereka. Artinya, jika mereka terbukti salah, maka kita harus berani menindaknya
sesuai hukum yang berlaku walaupun mereka adalah kerabat kita. Tidak dibenarkan
jika kaum kerabat kita bela mati-matian, sementara sudah jelas bahwa mereka itu
salah.
Firman Allah swt.: (al-an'am 6: 152)
Ayat ini menunjukkan bahwa kita
harus tetap berlaku adil dan tidak dibenarkan memihak meskipun kepada kerabat
sendiri. Tidak lain, tujuan berbuat adil kepada kerabat kecuali untuk
menyelamatkan mereka dari siksa neraka. Inilah sebenar-benar akhlak yang
digariskan oleh Allah kepada para hamba-Nya dalam berbuat baik kepada kerabat.
C.
Berakhlak Kepada Tetangga
Rasulullah saw. Bersabda:
"Apakah kamu mengetahui hak
tetangga? Hak tetangga adalah jika ia meminta pertolongan kepadamu, maka kamu
harus menolongnya. Jika ia ingin meminjam sesuatu darimu, maka kamu pun harus
meminjaminya. Jika ia sedang sakit, kamu harus menjenguknya. Jika ia meninggal,
kamu harus mengiring jenazahnya. Jika ia mendapat nikmat, kamu harus
mengucapkan selamat kepadanya. Jika ia mendapat bencana, kamu harus ikut
berduka cita dan menghiburnya. Janganlah kamu me-ninggikan rumahmu melebihi
rumahnya, sehingga menghalangi rumahnya dari mendapatkan angin segar atau
cahaya matahari, kecuali dengan izinnya. Jika kamu membeli buah-buahan, maka
hadiahkanlah kepadanya. Jika tidak bisa menghadiahkan, maka bawalah buah-buahan
itu dengan sembunyi-sembunyi. Janganlah anak-anakmu membawa keluar buah-buahan
itu untuk memanas-manasi hati anak tetanggamu. Dan janganlah kamu menyakitinya
dengan bau periukmu, kecuali kamu memberikan kepadanya meski sedikit."
(H.R al-Khairiti)
Dari hadis yang panjang lebar ini,
bisa kita petik beberapa pelajaran berharga. Diantaranya adalah:
1. Jika ia meminta pertolongan
kepadamu, maka kamu harus menolongnya.
Artinya, dalam bertetangga kita dilatih untuk memiliki kepekaan sosial yang
tinggi. Sehingga kita mampu melihat apakah tetangga sedang membutuhkan bantuan
kita atau tidak. Jika kita bisa membantunya, tentu bantuan itu sangat berharga
baginya.
2. Jika ia ingin meminjam sesuatu
darimu, maka kamu harus meminjaminya.
Meminjam disini bisa berupa macam-macam, bisa berupa uang, barang, perabotan,
kendaraan dan sebagainya. Sebagai tetangga yang baik, kita harus berusaha memberikan
pinjaman jika memang ia membutuhkan itu dari kita.
3. Jika ia berhajat, kamu harus
membantunya.
Maksud berhajat disini bisa bermacam-macam. Bisa menghajatkan bantuan tenaga,
harta, pikiran dan sebagainya.
4. Apabila sakit, kamu harus
menjenguknya.
Ketika tetangga sakit, tetangga yang lain hendaknya bersegera menjenguk. Dalam
hubungan bertetangga, tidak ada diskriminasi atas nama agama, ras, suku dan
golongan. Semua lebur dalam ikatan persatuan.
Dalam sebuah riwayat diberitakan bahwa ketika tetangga Rasulullah yang beragama
Yahudi sakit, beliau segera menjenguknya.
5. Apabila ia meninggal, kamu harus
mengiring jenazahnya.
Artinya, kita juga dianjurkan turut berduka cita serta menghormatinya.
6. Jika ia mendapat nikmat,
ucapkanlah selamat kepadanya.
Kita dianjurkan mengucapkan selamat kepada tetangga itu. Kita tidak boleh
merasa dengki dan berambisi untuk merebut nikmat tersebut.
7. Bila ia mendapat musibah,
hiburlah hatinya.
Misalnya ketika ada salah seorang keluarganya meninggal, kita sebagai tetangga
hendaknya bertakziah ke rumahnya.
8. Janganlah kamu meninggikan
rumahmu melebihi rumahnya, sehingga menghalangi rumahnya dari mendapatkan angin
segar dan sinar matahari, kecuali dengan izinnya.
Kondisi ini umumnya dialami bagi mereka yang hidup di perkotaan. Lahan yang
sempit memang membuat kita harus melakukan berbagai hal untuk membuat rumah
menjadi lebih nyaman, termasuk meninggikan rumah. Tentu saja, hal ini tidak
dilarang. Tetapi, akan lebih baik bila sebelumnya kita meminta izin dari
tetangga.
9. Jika kamu membeli buah-buahan,
maka hadiahkanlah kepadanya. Jika tidak bisa, maka bawalah buah-buahan itu
secara sembunyi-sembunyi. Janganlah anak-anakmu membawa buah itu keluar rumah
untuk memanas-manasi hati anak tetanggamu.
Dalam hal ini, bukan hanya berupa buah-buahan saja. Artinya, jika kita membeli
sesuatu, hendaknya dilebihkan lagi sehingga dapat dihadiahkan kepada tetangga.
Jika tidak bisa membeli lebih, maka usahakan agar tetangga tidak sampai tahu.
Anak-anak pun harus kita kendalikan agar jangan sampai memamerkannya di hadapan
anak tetangga sehingga menyakiti hati mereka.
10. Janganlah kamu menyakitinya
dengan bau periukmu kecuali kamu memberikan kepadanya barang sedikit.
Maksudnya adalah selalu berbagi nikmat yang kita miliki dengan tetangga. Pendek
kata, menjadikan tetangga seperti saudara sendiri.
Imam Ghazali dalam hal ini
menetapkan hak-hak tetangga diantaranya sebagai berikut:
1. Mengucapkan salam jika bertemu.
2. Jika mereka sakit hendaknya
dijenguk.
3. Berada diantara mereka jika mereka
sedang ditimpa musibah.
4. Menunjukkan rasa kegembiraan pada
mereka jika menerima kesenangan.
5. Berlemah lembut kepada anak-anak
mereka serta menyatakan yang baik-baik.
6. Mengawasi rumah mereka jika sedang
tidak di rumah.
7. Jangan mempersempit jalan masuk
kerumahnya.
Sedangkan menurut Abu Bakar Jabir
El-Jazair
dalam bukunya Daarul Fik'r
mengenai hal ini adalah tak jauh berbeda seperti uraian-uraian diatas. Yaitu:
1. Dilarang menyakiti tetangga, baik
dengan ungkapan maupun dengan perbuatan.
2. Berbuat baik kepada tetangganya.
3. Menghormatinya dengan berbuat ma'ruf
dan bajik kepadanya.
4. Menghormati dan menghargainya.
Seperti tidak boleh menjual sesuatu yang berhubungan dengan tetangga sampai hal
itu diberitahukan terlebih dahulu.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Seorang Muslim berkeyakinan bahwa
tetangga-tetangganya serta saudara-saudaranya mempunyai hak-hak yang mesti
dipenuhi olehnya dan memiliki etika yang harus ditunjukkan kepadanya. Dari itu,
kita harus membiasakan bersikap sopan santun di samping melaksanakan kewajiban
sebagai tetangga. Kita harus berkeyakinan bahwa perbuatan itu merupakan ibadah
kepada Allah swt. Sebab, hal tersebut telah diperintahkan kepada kita melalui
Rasulullah saw. . Sungguh luhur akhlak yang diajarkan Rasulullah saw. kepada
kita. Beliau menginginkan kehidupan yang penuh kasih sayang, harmonis dan
saling pengertian antar sesama.
DAFTAR
PUSTAKA
M. Salamulloh Alaika, Akhlak
Hubungan Horizontal,(Jogjakarta: Insan Madani, 2008)
H. Djatnika Rachmat, Pola Hidup Muslim: Etika (Jabir El-Jazair Abu Bakar;
Daarul Fik'r),
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1990)
Bahreisj. Hussein, Ajaran-ajaran Akhlak Imam Ghazali, (Surabaya:
Al-Ikhlas, 1981)
Syaikh Nashr bin Muhammad bin Ibrahim, Akhlak dan Etika Muslim, (Jakarta:
PT Intimedia Ciptanusantara, 2003)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar