Selasa, 18 Desember 2012

PNDEKATAN ILMU-ILMU SOSIAL-HUMANIORA


BAB I
PENDAHULUAN


Seiring dengan pembidangan ilmu dalam studi Islam, pendekata dalam studi Islam pun mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan . Pada pembahasan kali ini akan di jelaskan sejumlah pendekatan yang digunakan dalam studi Islam. Tetapi sebelumnya akan kita tinjau dahulu  mengenai pengertian agama karena  yang akan dibahas  antara agama dan pendekatan studi Islam saling berhubungan.

Dari segi tingkatan kebudayaan, agama merupakan universal cultural. Salah satu prinsip teori fungsional menyatakan bahwa segala sesuatu yang tidak berfungsi akan lenyap dengan sendirinya. Karena sejak dulu hingga sekarang agama dengan tangguh menyatakan eksistensinya, berarti agama mempunyai dan memerankan sejumlah peran dan fungsi di masyarakat[1]. Oleh karena itu, secara umum studi Islam menjadi penting karena agama termasuk Islam memerankan sejumlah peran dan fungsi di masyarakat.

Menurut Harun Nasution dalam simposium[2] menyatakan bahwa persoalan yang menyangkut usaha perbaikan pemahaman dan penghayatan agama terutama dari sisi etika dan moralitasnya kurang mendapat tempat memadai. Lebih lanjut, situasi keberagamaan di Indonesia cenderung menampilkan kondisi keberagamaan yang legalistic dan formalistic. Agama “harus” di manifestasikan dalam bentuk ritual-formal, sehingga muncul formalism keagamaan yang lebih mementingkan “bentuk” daripada “isi”.
 Kondisi seperti itu menyebabkan agama kurang dipahami sebagai perangkat paradigma moral dan etika yang bertujuan membebaskan manusia dari kebodohan, keterbelakangan dan kemiskinan. Di samping itu, formalism gejala keagamaan yang cenderung individualistic daripada kesalehan sosial mengakibatan munculnya sikap kontra produktif seperti nepotisme, kolusi dan korupsi[3].
Dari gambaran umat Islam Indonesia di atas, kita dapat mengetahui bahwa agama Islam di Indonesia belum sepenuhnya dipahami dan dihayati oleh umat Islam. Oleh karena itu, signifikansi studi Islam di Indonesia adalah mengubah pemahaman da penghayatan keislaman masyarakat Muslim Indonesia secara khusus, dan masyarakat beragama pada umumnya. Adapun perubahan yang diharapkan adalah format formalism keagamaan Islam diubah menjadi format agama yang substantif.


BAB II
PEMBAHASAN

PNDEKATAN ILMU-ILMU SOSIAL-HUMANIORA

1.Pendekatan  Sosiologi
            Sebelum membahas pendekatan sosiologi ada pengetahuan dasar sosiologi yang perlu diketahui. Dalam sosiologi ada pranata social. Pranata social adalah suatu sistemnorma atau aturan – aturan mengenai aktifitas masyarakat, sementara yang disebut social sederhana adalah masyarakat itu sendiri. Maka pranata social adalah himpunan kaidah-kaidah atau aturan-aturan yang di pahami, dihargai dan ditaati oleh warga masyarakat dan bertujuan untuk mengatur kehidupaqn masyarakat.
Pelapisan social adalah prbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam tatanan atau urutan aecara bertingkat atau hirarkis. Ada beberapa wujud pelapiosan masyarakat yaitu :
  • Tinggi-rendah
  • Bangsawan / berdarah biru – rakyat biasa
  • Superior – inferior
  • Unggul – biasa
  • Priyayi – wong cilik, dan semacamnya.

            Pelapisan social muncul karena adanya sesuatu yang  dihargai oleh masyarakat sperti, harta benda , ilmu pengetahuan , kekuasaan , keturunan keluarga terhormat, kesholehan dalam ilmu agama, dan lain sebagainya. Karena hal itulah strata atau tingkatan social selalu ada dalm nasyarakat.

Adapun teori tentang munculnya lapisan-lapisan dalam masyarakat adalah        sebagai berikut :
    1. Terjadi secara otomatis atau dengan sendirinya, misalnya lapisan berburu karena kepandaian berburu, seseorang yang dermawan akan dihormati karena kedermawannya.
    2. Sengaja disusun untuk mencapai tujuan tertentu, yang sering disebut dengan pembagian kerja, tanggung jawab dan sebagainya, misalnya pembagian kerja dan tanggung jawab dalam suatu organisasi, politik, pendidikan, dan sebagainya.

Sedangkan sifat system lapisan dalam masyarakat ada dua yaitu :
  1. Bersifat Tertutup, artinya tidak memberikan kemungkinan pindahnya seseorang dari satu lapisan ke lapisan yang lain. Contoh system kasta dalam agama Hindu.
  2. Bersifat Terbuka, yakni memungkinkan seseorang pindah dari satu lapisan ke lapisan lain.

Faktor yang dijadikan titk tolak mencapai kesamaan derajat adalah adnay pengakuan terhadap hak asasi manusia. Sementara factor yang membedakan elit dan massa adalah :
  1. kekayaan
  2. kedudukan
  3. kekuasaan
  4. ilmu pengetahuan
  5. ukuran kehormatan, karena tua, karena berjasa, dan semacamnya.

Sedangkan sesuai  dengan fungsinya elit dalam masyarakat mencakup :
  1. elit dalam aspek politik
  2. elit dalam aspek ekonomi
  3. elit dalam aspek pendidikan
  4. elit dalam aspek agama
  5. elit dalam aspek profesi, seperti dokter, guru, dan sebagainya.
Menurut Karl Marx kelas dilihat dari aspek ekonomi adalah :
    • kelas pemilik tanah atau pemilik alat-alat produksi ( borjuis / majikan )
    • kelas pemilk tenaga ( buruh / pekerja )

            Hubungan antara peran dan status, bahwa peran tidak dapat dipisahkan dari kedudukan / status. Adapun maksud status adalah kedudukan, yakni tempat seseorang dalam suatu kelompok social sehubungan dengan orang-orang lain dalam kelompok tersebut. Ada dua jenis status / kedudukan:
    1. Ascribe status, yakni status yang didapat secara otomatis tanpa usaha, tanpa memperhatikan kemampuan, missal status bangsawan atau kasta yang diperoleh dari orang tua sejak lahir.
    2. Achieve status, yaitu status seseorang yang diperoleh dengan usaha-usaha yang disengaja

Teori-teori lain yang berhubungan dengan pendekatan soiologi adalah teori perubahan social, yaitu:
1.      Teori Evolusi
2.      Teori Fungsionalis.
3.      Teori Modernisasi
4.      Teori Sumber Daya Manusia
5.      Teori Konflik
6.      Teori Ketergantungan
7.      Teori Pembebasan
           
Sebagai tambahan, dalam kaitanya dengan agama ( Islam )sebagai gejala social, pada dasarnya bertumpu pada konsep sosiologa agama. Awalnya sosiologi mempelajari timbale-balik antara agama dan masyarakat. Tetapi belakangan ini, sosiologi agama mempelajari bagaimana agama mempengaruhi masyarakat, dan boleh jadi masyarakat memoengaruhi konsep agama. Dalam kajian sosiolgi ini, agama dapat sebagai independent variable maupun dependent variable.
            Sebagai dependent variable berate agama dipengaruhi factor / unsur lain. Sementara sebagai independent variable berate Islammempengaruhi factor / unsure lain. Namun demikian , al-Ghozali secara subtansial telah merumuskan kajian sosiologi ini dalam kajian hokum Islam. Berangkat dari definisi al-Ghozali tentang objek kajian hokum Islam dan tesinya tantang perpaduan wahyu dan rakyu, bahwa penelitian hokum Islam secara garis besar ada dua, yaitu:

a. Penelitian hokum deskriptif ( wasfi )
b. Penelitian hokum normative / preskriptif ( mi’yari )

Penelitian deskriptif menekankan pada penjelasan hubungan antara variable hokum dengannon-hukum, baik sebagai variable dependent maupun independent.

2.Pendekatan  Antropologi
            Antropologi secara sederhana adalah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat dan kebudayaan. Antropologi berdiri sendiri sebagai ilmu dimulai abad ke-19. Pada awalnya kajian para antropolog cenderung menitikberatkan  pada penerapan teori evolusi Darwin. Kemudian di akhir abad ke-19 ada kritik terhadap teori evolusi. Para pengeritik berargumen bahwa yang terjadi adalah adanya perbedaan pada kelompok-kelompok masyarakat, buikan proses perkembangan ynag sifatnya evolusiotik.
            Ada beberapa cabang antropologi yaitu:
  1. antropologi linguistic
  2. antropologi budaya
  3. antropologi arkeologi
  4. antropologi agama, dan lai-lain.

Agama sebagai sasaran sudi antropologi dapat disimpulkan dalam dua hal. Pertama antropologi yang merupakan bagian dari kebudayaan dan menjadi salah satu sasaran kajian yang penting sehingga menghasilkan kajian cabang tersendiriyang disebut dengan antropologi agama.

Dalam kaitannya dengan Islam ebagai gejala antropologi, sangat banyak objek kajianyang dapat dilakukan. Ada lima ( 5 ) gejala yang dapat diteliti, yakni:
a.       scripture, naskah, sumber ajaran, symbol-simbol .
b.      penganut, pemimpin, tokoh agama, pemahaman, dan sbagainya.
c.       ritus-ritus, lembaga-lembaga, dan ibadat-ibadat seperti sholat, puasa, haji, dan sebagainya.
d.      Alat-alat agama dan keagamaan, seperti masjid, peci, tasbih, dan lain-lain.
e.       Organisasi social keagamaan, seperti NU, Muhammadiyah, Persis dan lain-lain.

3.Pendekatan Gender
Analisis gender adalah alat analisis untukmemahami realitas social sebagamana layaknya teori social lainnya. Sebagaiteori tugas utama analisis gender adalah memberi makna konsepsi, asumsi, ideology dan praktek hubungan baru antara kaum adam dan hawa, serta implikasinya dalam kehidupan social yang lebih luas (social,politik,ekonomi,cultural) yang tidak dilihat oleh teori atau pun analisis social lainya.
            Terbentuknya perbedaan – perbedaan gender disebakan beberapa hal , diantaranya, dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikontruksi secara sosial  dan kulturalmelalui ajaran keagamaan maupun Negara. Melalui proses panjang tersebut akhirnya dianggap kodrat.
            Berbicara tentang pendekatan  gender  kurang lengkap sebelum membicarakan pendekatan feminis. Sebab dapat dikatan bahwa gender itu sendiri bagian dari feminis. Ada beberapa teori tentang feminis diantaranya adalah :
      1. feminisme liberal
      2. feminisme radikal
      3. feminisme marxisme
      4. feminisme sosial
      5. feminisme Islam

Dalam teori feminisme, Islam memberikan kesejajaran antara laki-laki dan permpuan dalam melakukan karya ( amal ). Unsur yang membedakan seorang dari orang lain adalah dilihat dari kualitas diri ( taqwa a0, bukan jenis kelamin, bukan warna kulit, bukan pula etnis, bukan bangsa , dan lain-lain.

4.Pendekatan Sejarah
            Dalam pendekatan sejarah ada dua teori yang dapat digunakan yaitu : (1) idealis approach, dan (2) reductionalist approach. Maksud approach idealist adalah seorang peneliti yang berusaha memahami dan menafsirkan fakta sejarah dengan memercayai secara penuh fakta yang ada tanpa keraguan. Sedang reductionalist approach adalah seorang peneliti yang berusaha memahami dan menafsirkan fakata sejarah dengan penuh keraguan.
Ada tiga teori lain yang penting dipahami dengan pendekatan sejarah, yakni : (1) diakronik (2) sinkronik, dan (3) system nilai. Dikronik adalah sejarah dan perkembangan satu fenomena yang sedang diteliti. Sinkronik adalah konstektualisasiatau sosiologis kehidupan yang mengitari fenomena yang sedang diteliti. Sistem nilai adalah system nilai atau budaya di mana dia hidup. Maka penelitian dengan teori diakroni, sinkronik, dan system budaya adalah penelitian yang menelusuri latar belakang dan perkembangan fenomena yang diteliti lengkap dengan sejarah sosio-historis dan nilai budaya yang mengitarinya. Maka menjadi wajar kalau alat analisis ini lebih dikenal sebagai sebagai alat analisis sejarah dan/atau social(sosiologi).

5.Pendekatan Semantik
           
Semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani ‘sema’ (kata benda) yang berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’. Kata kerjanya adalah ‘semaino’ yang berarti ‘menandai’atau ‘melambangkan’. Yang dimaksud tanda atau lambang disini adalah tanda-tanda linguistik (Perancis : signé linguistique).
Menurut Ferdinan de Saussure (1966), tanda lingustik terdiri dari :
1)      Komponen yang menggantikan, yang berwujud bunyi bahasa.
2)      Komponen yang diartikan atau makna dari komopnen pertama.
Kedua komponen ini adalah tanda atau lambang, dan  sedangkan yang ditandai atau dilambangkan adaah sesuatu yang berada di luar bahasa, atau yang lazim disebut sebagai referent / acuan / hal yang ditunjuk.
Jadi, Ilmu Semantik adalah :
è Ilmu yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya.
è Ilmu tentang makna atau arti.

Istilah Semantik lebih umum digunakan dalam studi ingustik daripada istilah untuk ilmu makna lainnya,seperti Semiotika, semiologi, semasiologi,sememik, dan semik. Ini dikarenakan istilah-istilah yang lainnya itu mempunyai cakupan objek yang cukup luas,yakni mencakup makna tanda atau lambang pada umumnya. Termasuk tanda lalulintas, morse, tanda matematika, dan juga tanda-tanda yang lain sedangkan batasan cakupan dari semantik adalah makna atau arti yang berkenaan dengan bahasa sebagai alat komunikasi verbal.

            Berlainan dengan tataran analisis bahasa lain, semantik adalah cabang imu linguistik yang memiliki hubungan dengan Ilmu Sosial, seperti sosiologi dan antropologi. Maksud pendekatan semantic adalah kajian yang menekankan pada aspek bahasa. Maka studi Islam dengan pendekatan semantic sama artinya dengan studi tentang Islam dengan menekankan pada unsure bahasa, yang dalam bahasa Arab sering disebut dengan lughawi. Pendekatan ini sudah demikian popular dalam kajian tafsir dan fikih.

Dalam penelitian hukum Islam dengan pendekatan semantic ada dua pendekatan yang umum digunakan, yakni : (1) sisi bahasa, dan (2) illat dan hikmah ( analog dan hikmah ). Tetapi disamping dua teori inidigunakan pula teori penyelesaian terhadap dua dalil/nash yang kelihatannya bertentangan, yang terkenal denagn ta’arul al-adillah. Maka yang dimaksud semantic adalah sisi bahasa yang cakupan bahasanya demikian luas, antara lain dari sisi struktur / gramatikal,tunjukannya djalalah dan dari segi maknawi.

Semantik  dianggap salah satu ilmu yang sangat penting karena dengan ilmu ini akan dapat dapahami pesan-pesan Allah lewat  Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam. Munculnya konsep ‘amm dan khas , muhkam, dan mutashabih, mutlaq dan muqayyad, qati’I dan dhanni, dan sejenisnya adalah hasil kajian dengan semantic.

6.Pendekatan Filologi

Filologi adalah pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti luas yang mencakup sastra bahasa dan kebudayaan. Maka filologi berguna untuk meneliti bahasa, meneliti kajian linguistic, makna kata-kata dan penilaian terhadap ungkapan karya sastra. Dengan demikian maka yang menjadi objek dari filologi adalah naskah klasik yang ditulis tangan.
Ada dua hal pokok dalam kegiatan filologi yaitu penulisan/ penyalinan kembali terhadap text asli dan pemahaman/memahami text asli yang ada.  Konsekuensi yang mungkin terjadi dari kedua hal tersebut adalah kesalahan dan perubahan. Hal tersebut dikarenakan antara satu orang dengan orang yang lain memiliki perbedaan pemahaman bahasa, perbedan dalam memahami pokok persoalan dalam text. Selain factor internal tersebut, ada juga factor external yang mengakibatkan kesalahan dalam kegiatan filologi, yaitu adalah factor tulisan yang kurang jelas, salah baca dan kurang teliti.Maka, yang menjadi pokok kajian filologi adalahmemahami dan menyalin text untuk disesuaikan dengan text aslinya.
7.Pendekatan Hermeneutik
Dalam tradisi Islam, hermeneutik sering disamakan dengan tafsir. Sebab secara etimologi hermeneutik berasal dari bahasa Yunani yaitu Hermeneueia yang berarti menafsirkan. Istilah ini mengacu pada tokoh mitologi Yunani kuno bernama hermes yang bertugas menerjemahkan bahasa-bahasa Tuhan dari gunung Olympus ke dalam bahasa manusia agar dapat dipahami.
Dari sini, hermeneutik menjadi identik dengan metode penafsiran/ interpretasi. Karena itu, dalam mendefinisikan hermeneutik E. Sumaryono menyebut hermeneutic sebagai “proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti”. Dalam perkembangannya, hermeneutik dikenal sebagai sebuah metodologi interpretasi yang unggul. Sehingga, bukan saja dalam tradisi agama, dalam disiplin ilmu filsafat, seni, dan disiplin keilmuan yang lain hermeneutik menjadi cukup populer. Hermeneutik tidak saja dijadikan sebagai pisau bedah untuk menafsirkan teks-teks suci agama, namun juga karya-karya ilmiah maupun beberapa karya sastra lain yang masih memerlukan penjelasan lebih lanjut.
Hermeneutik mulai dikenal dalam dunia Islam sejak para sarjana Islam yang belajar di Barat dan kemudian memperkenalkan ilmu yang diperoleh dalam lingkungannya. Lebih lanjut, diskursus hermeneutik akhirnya menjadi cukup akrab dengan al-Qur’an. Sebab metode interpretasi ini diduga kuat setali tiga uang dengan tafsir, khususnya tafsir bir-Ra’yi atau ta’wil yang sudah lama digeluti oleh beberapa ulama dalam menafsirkan al-Qur’an.
Pada dasarnya ruang lingkup hermeneutik mencakup tiga elemen yaitu teks, pengarang atau penafsir dan audiens (pembaca) yang disebut Triadic Structure. Triadic structure ini, masing-masing memiliki horizon ruang dan waktu yang berbeda. Teks lahir pada dimensi ruang dan waktu tertentu; penafsir membumikan teks dalam sejarah yang berbeda; sementara pembaca silih berganti lintas ruang dan waktu.
Tugas hermeneutik pada intinya adalah mendialogkan dengan seimbang triadic structure tersebut. Dialog yang seimbang berusaha menyajikan teks yang hidup dalam sejarah tertentudalam horizon waktu kekinian. Sebab menurut Wilhelm Dilthey, hermeneutik pada dasarnya bersifat menyejarah. Artinya makna itu sendiri tidak pernah “berhenti pada satu masa” saja, tetapi selalu berubah menurut modifikasi sejarah, maka interpretasipun bagai benda cair, tak pernah ada suatu hukum untuk interpretasi. Seperti halnya al-Qur’an harus tetap dapat menjadi solusi dan alternatif bagi persoalan kemanusiaan yang bersifat lintas ruang dan waktu. Sehingga ungkapan Islam Sholih fikulli zaman wa makan dapat terwujud.
8.Pendekatan Wacana
Pendekatan wacana lebih umum disebut analisis wacana. Analisis ini digunakan untuk melacak dan menganalisis historisitas lahirnya konsep lengkap dengan latar belakangnya. Teori yang umum digunakan dengan pendekatan ini adalah pendekatan arkeologi Ilmu Pengetahuan yang ditawarkan Michel Foucoult ( 1926-1984 )


BAB III
KESIMPULAN

1.        Mempelajari pendekatan studi Islam ini agar mengetahui persoalan yang menyangkut usaha perbaikan pemahaman dan penghayatan agama terutama dari sisi etika dan moralitasnya selama ini masih kurang mendapat tempat yang memadai.
2.        Pertumbuhan studi Islam berkembang hampir diseluruh negara di dunia, baik di dunia Islam maupun bukan negara Islam. Di dunia Islam terdapat pusat-pusat studi Islam seperti Universitas al-azhar di Mesir dan Universitas Ummul Qura di Arab Saudi. Di Teheran didirikan Universitas Teheran. Di Universitas ini studi Islam dilakukan dalam satu fakultas yang di sebut Kulliyat Illahiyyat  (fakultas agama) dan sebagainya.



DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Khoeruddin.2009. Pengantar Studi   Islam. Yogyakarta:ACAdeMIA+TAZZAFA
Djamari.1993.Agama dalam Perspektif Sosiolog. Bandung: Alfabeta
Nasution, Harun.1985. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek Jilid I. Jakarta: UI Press
Nasution, Harun.2002.Format Baru Gerakan Keagamaan, dalam  Atang  Abdul Hakim dan Jaih Mubarok, Metodelogi Studi Islam. Bandung: Rosdakarya




[1] Djamari, Agama dalam Perspektif Sosiologi, Bandung: Alfabeta. 1993. Hal 25.
[2] Dalam pengantar simposium Nasional yang diselenggarakan oleh Forum Komunikasi Mahasiswa Pascasarjana (FKMP) IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tanggal 6 agustus 1998 di Pusat Pengkajian Islam dan Masyarkat (PPIM).
[3] Harun Nasution, Format Baru Gerakan Keagamaan, dalam  Atang  Abdul Hakim dan Jaih Mubarok, Metodelogi Studi Islam, Bandung: Rosdakarya, 2002. Hal 8.

teknik sampling


Nama: Muhammad Tasdik
NIM: 10411073
Tentang Populasi, teknik pengumpulan data dan teknik pengambilan sampling
1.      Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi atau studi populasi atau study sensus (Sabar, 2007).
Dalam hal ini contohnya adalah: Populasi dalam penelitian ini adalah petani di Kelurahan Watu apung yang mengolah Kopi luwak dengan teknik penjemuran sebanyak 30 orang dan petani yang mengolah kopi luwak dengan teknik pemanasan sebanyak 20 orang.
2.      Teknik sampling
Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel. Untuk, menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan. Secara skematis, akan tetapi disini saya akan menggunakan metode pengambilan sampling  Stratified Random Sampling yaitu yang memproduksi kopi luwak dengan teknik pemanasan diambil sampel 20 orang (100%) secara sensus sedangkan mengolah kopi luwak dengan teknik penjemuran di ambil sampel 15 orang (50%) dari populasi.
3.      Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan bagian yang terpenting dalam suatu penelitian, bahkan merupakan suatu keharusan bagi seorang peneliti. Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan beberapa metode dalam proses pengumpulan data, yaitu:
  1. Observasi, yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung pada objek penelitian.
  2. Wawancara adalah kegiatan diskusi antara peneliti dengan petani untuk mendapatkan informasi
Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis :
  1. Data primer yaitu data yang diperoleh dari petani langsung dengan mengajukan pertanyaan secara tertulis untuk mendapatkan jawaban diperlukan oleh peneliti.
  2. Data sekunder yaitu data penunjang yang diperoleh dari lembaga pemerintah setempat dan instansi terkait lainnya.
Variabel Yang Diamati
Dalam penelitian ini, variabel yang diamati meliputi :
  1. Proses pengolahan kopi luwak yang meliputi teknik penjemuran dan teknik pemanasan.
  2. Waktu panen dan pasca panen.
  3. Analisis ekonomi yang meliputi biaya produksi, upah tenaga kerja dan bahan baku.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian dikumpulkan lalu ditabulasi kemudian dihitung secara persentase, setelah itu dianalisis secara deskriptif. Untuk mengetahui kualitas dari pengolahan Kopi luwak di Kelurahan Watu apung maka dilakukan analisis kimia di laboratorium analitik Unhalu, dibuat dalam bentuk label dan dihitung secara persentase.


kompetensi profesional


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pemerintah telah merumuskan empat jenis kompetensi guru yaitu: Standar kompetensi guru ini dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru. Dengan di terbitkannya peraturan menteri pendidikan nasional republik Indonesia nomor 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru. Ini manyatakan bahwa guru harus mempunyai standar tentang kompetensi tersebut. Serta PP NOMOR 74 TAHUN 2008 Kompetensi profesional merupakan kemampuan Guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan:
a.       materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu; dan
b.      konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.
Fokus permasalahan yang akan dibahas kali ini yaitu tentang Kompetensi Profesional Guru. Kompetensi Profesional Guru, Kompetensi Profesional yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru da­lam perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran. Guru mempunyai tu­gas untuk mengarahkan kegiatan belajar siswa untuk mencapai tujuan pem­belajaran, untuk itu guru dituntut mampu menyampaikan bahan pelajaran. Guru harus selalu meng-update, dan menguasai materi pelajaran yang disaji­kan. Persiapan diri tentang materi diusahakan dengan jalan mencari informasi melalui berbagai sumber seperti membaca buku-buku terbaru, mengakses da­ri internet, selalu mengikuti perkembangan dan kemajuan terakhir tentang materi yang disajikan. Sehingga dengan adanya Kompetensi Profesional Guru ini dapat di tujukan untuk meningkatkan dalam aspek kognitif dan intelektual para peserta didik supaya memaksimalkan dalam mewujudkan tujuan pendidikan Nasional.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa makna dari Kompetensi Profesional Guru?
2.      Apa Ruang lingkup kompetensi Profesional?
3.      Apa saja indikator guru Profesional?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui makna dari Kompetensi Profesional Guru
2.      Untuk mengetahui Ruang lingkup kompetensi Profesional
3.      Untuk mengetahui indikator guru Profesional















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kompetensi Profesional Guru
Guru adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada pendidikan tinggi.[1] Berkaitan dengan profesional yang di maksud dengan Guru profesional adalah guru yang memiliki kemampuan mengorganisasikan lingkungan belajar yang produktif. Kata “profesi” secara terminologi diartikan suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya dengan titik tekan pada pekerjaan mental, bukan pekerjaan manual. Kamampuan mental yang dimaksudkan di sini adalah ada persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrumen untuk melakukan perbuatan praktis.[2]
Berkaitan dengan kompetensi profesional nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikanpasal 28 ayat (3) butir c: yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar nasional pendidikan.
Arikunto mengemukakan bahwa kompetensi profesional mengharuskan guru memiliki pengetahuan yang luas dan dalam tentang (bidang studi) yang akan diajarkan serta penguasaan metodologi yaitu menguasai konsep teoretik, maupun memilih metode yang tepat dan mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar.
Surya mengemukakan kompetensi profesional adalah berbagai kemampuan yang diperlukan agar dapat mewujudkan dirinya sebagai guru profesional. Kompetensi profesional meliputi kepakaran atau keahlian dalam bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan tugasnya dan rasa kebersamaan dengan sejawat guru lainnya.[3] Gumelar dan Dahyat merujuk pada pendapat  Asian Institut for Teacher Education, mengemukakan kompetensi profesional guru mencakup kemampuan dalam hal;
1.      Mengerti dan dapat menerapkan landasan pendidikan baik filosofis, psikologis, dan sebagainya.
2.      Mengerti dan menerapkan teori belajar sesuai dengan tingkat perkembangan perilaku peserta didik.
3.      Mampu menangani mata pelajaran atau bidang studi yang ditugaskan kepadanya.
4.      Mengerti dan dapat menerapkan metode mengajar yang sesuai.
5.      Mampu menggunakan berbagai alat pelajaran dan media serta fasilitas belajar lain.
6.      Mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pengajaran.
7.      Mampu melaksanakan evaluasi belajar dan,
8.      Mampu menumbuhkan motivasi peserta didik.
Johnson sebagaimana dikutip Anwar mengemukakan kemampuan profesional mencakup;
1.      penguasaan pelajaran yang terkini  atas penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar keilmuan bahan yang diajarkan tersebut,
2.      Penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan,
3.      Penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa.
Arikunto mengemukakan kompetensi profesional mengharuskan guru memiliki pengetahuan yang luas dan dalam tentang subject matter (bidang studi)  yang akan diajarkan serta penguasaan metodologi yaitu menguasai konsep teoretik, maupun memilih metode yang tepat dan mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar.

B.     Ruang lingkup kompetensi Profesional
Dari berbagai sumber yang membahas tentang kompetensi guru, secara umum dapat diidentifikasi dan disarikan tentang ruang lingkup kompetensi professional guru sebagai berikut.[4]
a.       Mengerti dan dapat menerapkan landasan kependidikan baik filosofi, psikologis, sosiologis, dan sebagainya;
b.      Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan peserta didik;
c.       Mampu menangani dan mengembangkan bidang setudi yang menjadi tanggungjawabnya;
d.      Mengerti dan dapat menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi;
e.       Mampu mengembangkan dan menggunakan sebagai alat, media dan sumber belajar yang relevan;
f.       Mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pembelajaran;
g.      Mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didik;
h.      Mampu menumbuhkan kepribadian peserta didik;





1.      Seorang Guru Harus Memahami Jenis-Jenis Materi Pembelajaran
Beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam memilih dan menentukan materi standar yang akan diajarkan kepada peserta didik, menurut Hasan, sedikit mencangkup:[5]
a.       Validitas atau tingkat ketepatan materi. Guru harus yakin bahwa materi yang diberikan telah teruji kebenarannya. Dan guru harus menghindari memberikan materi yang masih dipertanyakan atau masih diperdebatkan. Ini untuk menghindarkan salah konsep, salah paham.
b.      Keberartian atau tingkat kepentingan materi tersebut dikaitkan dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Materi yang diberikan harus relevan dengan keadaan dan kebutuhan peserta didik, sehingga bermanfaat bagi kehidupannya. Bisa diukur dari keterpakaian dalam pengembangan kemampuan akademis pada jenjang selanjutnya dan bekal untuk hidup sehari-hari sehingga dalam mempelajari materi tersebut.
c.       Relevansi dengan tingkat kemampuan peserta didik, artinya tidak terlalu sulit, tidak terlalu mudah dan disesuaikan dengan variasi lingkungan setempat dan kebutuhan dilapangan  pekerjan serta masyarakat pengguna saat ini dan yang akan dating.
d.      Kemenarikan, pengertian menarik disini bukan hanya sekedar menarik perhatian peserta didik pada saat mempelajari suatu materi pelajaran. Lebih dari itu materi yang diberikan hendaknya mampu memotivasi peserta didik sehingga pserta didik mempunyai minat untuk mengenali dan memngembangkan ketrampilan yang lebih lanjut, lebih mendalam dari apa yang diberikan melali proses belajar mengajar disekolah.
e.       Kepuasan, maksudnya merupakan hasil pembelajaran yang diperoleh peserta didik benarpbenar memanfaatkan bagi kehidupannya, peserta didik benarp-benar  dapat bekerja engan menggunakan dan mengamalkan ilmu tersebut. Dengan memperoleh nilai/insentif yang sangat berarti bagi kehidupannya dimasa depan.

2.      Mengurutkan Materi Pembelajaran
Agar pembelajaran dapat dilakukan secara efektif dan menyenangkan, materi pembelajaran harus diurutka sedemikian rupa, serta dijelaskan mengenai batasan dan ruanglingkupnya. Hal ini bisa dengan langkah-langkah seperti menyusun standar kompetensi dan kompetensi dasar dan menjabarkan SKKD ke dalam indicator kemudian dikembangkan setiap kompetensinya.
3.      Mengorganisasikan Materi Pembelajaran
Guru disini juga berperan sebagai perencana (designer), pelaksana (implementer), dan penilai (evaluator) materi pembelajaran. Apabila pembelajaran diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pribadi peserta didik dengan penyediaan ilmu yang tepat dan latihan ketrampilan yang mereka perlukan, haruslah materi pembelajaran yang efektif dan terorganisir.

4.      Mendayagunakan Sumber Pembelajaran,
Guru dituntut tidak hanya mendayagunakan sumber-sumber pembelajaran yang ada di sekolah(apalagi yang membaca buku ajar) tetapi dituntut untuk mempelajari berbagai sumber, seperti majalah, surat kabar, dan internet.

5.      Memilih dan Menentukan Materi Pembelajaran
 Yang perlu diperhatiagn dalam langkah ini yaitu orientasi pada tujuan dan kompetensi, relevansi, efisien dan efektif, fundamental esensial, keluwesan dengan hal-hal yang hangat atau actual di dalam masyarakat sekitar sekolah, dan berkesinambungan.[6]  
C.    Indikator Guru Profesional
Profesionalitas guru menjadi titik tolak kebangkitan pendidikan. Usaha untuk mendorong terwujudnya guru profesional harus trus dilakukan. Kemudian indikator guru yang profesional diantaranya;[7]
Menurut Ahmad Sanusi, ciri guru yang profsional ada sepuluh. Berikut kesepuluh ciri tersebut.
1.      Fungsi dan signifikansi sosial.
2.      Ketrampilan dan keahlian.
3.      Perolehan ketrampilan dilakukan secara rutin dan bersifat pemecahan masalah.
4.      Batang tubuh ilmu.
5.      Masa pendidikan.
6.      Aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai professional.
7.      Kode etik dalam memberi pelayanan kepada klien.
8.      Kebebasan dalam memberikan judgment.
9.      Tanggung jawab professional dan otonomi.
10.  Pengakuan dan imbalan
Sedang menurut Soedijarto, guru yang professional itu harus memiliki lima kriteria sebagai berikut:
1.      Memahami perserta didik dengn latarbelakang dan kemampuannya
2.      Menguasai disiplin ilmu sebagai sumber bahan belajar dan sebagai realms of meaning and ways of knowing.
3.      Menguasai bahan pelajaran.
4.      Memiliki wawasan kependidikan yang mendalam.
5.      Berkepribadian dan berjiwa Pancasila.
Kompetensi guru profesional menurut pakar pendidikan seperti Soeidarto menurut dirinya sebagai guru agar mampu menganalisis, mendiagnosis, dan memprognosis (prediksi) situasi pendidikan.  Guru yang memiliki kompetensi profesional perlu menguasai antaralain:[8]
a.       Disiplin ilmu pengetahuan sebagai sumber bahan pelajaran.
b.      Bahan ajar yang diajarkan
c.       Pengetahuan tentang karakteristik siswa
d.      Pengetahuan tentang filsafat dan tujuan pendidikan
e.       Pengetahuan serta penguasaan metode dan model mengajar
f.       Penguasaan terhadap prinsip-prinsip teknologi pembelajaran
g.      Pengetahuan terhadap penilaian, dan mampu merencanakan, memimpin, guna kelancaran proses pendidikan. 
Kompetensi yang harus dikuasai guru profesional itu menurut Richard D. Kellough adalah:
1.      Guru harus menguasai pengetahuan tentang materi pelajaran yang diajarkannya
2.      Guru merupakan anggota aktif organisasi profesi guru, membaca jurnal profesional, melakukan dialog dengan sesama guru, mengembangkan kemahiran metodologi, membina siswa dan materi pelajaran.
3.      Guru memahami proses belajar dalam arti siswa memahami tujuan belajar, harapan-harapan dan prosedur yang terjadi di kelas.
4.      Guru adalah “perantara pendidikan” yang tidak perlu tahu segala-galanya, tetapi paling tidak tahu bagaimana dan dimana dapat memperoleh pengetahuan.
5.      Guru melaksanakan perilaku sesuai model yang diinginkan di depan siswa.
6.      Guru terbuka untuk berubah, berani mengambil resiko dan siap bertanggung jawab.
7.      Guru tidak berprasangka jender, membedakan jenis kelamin, ethnis, agama, penderita cacat dan status sosial.
8.      Guru mengorganisasi kelas dan merencanakan pelajaran secara cermat.
9.      Guru merupakan komunikator-komunikator yang efektif.
10.  Guru harus berfungsi secara efektif sebagai pengambil keputusan. 
11.  Guru harus secara konstan meningkatkan kemampuan, misalnya dalam strategi mengajar.
12.  Guru secara nyata menaruh perhatian pada kesehatan dan keselamatan siswa. 
13.  Guru harus optimis terhadap kondisi belajar siswa dan menyiapkan sistuasi belajar yang positif dan konstruktif.
14.  Guru memperlihatkan percaya diri pada setiap kemampuan siswa untuk belajar.
15.  Guru harus terampil dan adil dalam menilai proses dan hasil belajar siswa.
16.  Guru harus memperlihatkan perhatian terus-menerus dalam tanggung jawab profesional dalam setiap kesempatan.
17.  Guru harus terampil bekerja dengan orang tua atau wali, sesama guru, administrator, dan memelihara hubungan baik sesuai etika profesional.
18.  Guru memperlihatkan minat dan perhatian luas tentang pelbagai hal.
19.   Guru sebaiknya mempunyai humor yang sehat.
20.  Guru harus mampu mengenali secara cepat siswa yang memerlukan perhatian khusus.
21.  Guru harus berusaha melakukan usaha khusus untuk memperlihatkan bagaimana materi pelajaran berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
22.  Guru hendaknya dapat dipercaya, baik dalam membuat perjanjian maupun kesepakatan.
BAB III
KESIMPULAN
Standar Kompetensi guru adalah suatu pernyataan tentang kriteria yang dipersyaratkan, ditetapkan & disepakati  bersama dalam bentuk penguasaan penge-tahuan, keterampilan dan sikap bagi seorang pendidik sehingga layak disebut kompeten. Tujuannya adalah sebagai jaminan dikuasainya tingkat kompetensi minimal, dapat melakukan tugasnya secara profesional, dapat dibina secara efektif dan efisien serta dapat melayani pihak yang berkepentingan terhadap proses pembelajaran dengan sebaik-baiknya sesuai bidang tugasnya.
Kompetensi profesional, yaitu kemampuan guru dalam penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.  PP Nomer 74 tahun 2008 menjabarkan bahwa kompetensi Profesional guru merupakan kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan :
1.      Menguasai materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu
2.      Menguasai konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.



DAFTAR PUSTAKA
E. Mulyasa. 2008. Sertifikasi Guru. Bandung: Rosdakarya.
Hamzah B. Uno. 2007.  Profesi Kependidikan. Jakarta:Bumi Aksara.
Jamal Ma’mur Asmani. 2011. Tips Sukses PLPG. Yogyakarta: Diva Press.
Piet. A. Sohertian. 1994. Profil Pendidik Profesional. Yogyakarta: Andi Ofseet.
Wiji suwarno. 2009. Dasar – Dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Ar-ruzz media group.






[1] Wiji suwarno, Dasar – Dasar Ilmu Pendidikan, ( Yogyakarta: Ar-ruzz media group,2009), hlm. 37-38.
[3] Piet. A. Sohertian, Profil Pendidik Profesional, (Yogyakarta: Andi Ofseet, 1994), hlm. 30.
[4] E. Mulyasa, Sertifikasi Guru, (Bandung: Rosdakarya, 2008), hlm. 135.
[5] Ibid., hlm. 138-139.
[6] Ibid., hlm. 144-170.
[7] Jamal Ma’mur Asmani, Tips Sukses PLPG, (Yogyakarta: Diva Press, 2011), hlm. 58-59.
[8] Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan, (Jakarta:Bumi Aksara, 2007), hlm. 64-65.

RPP ASMAUL HUSNA 1 LEMBAR KURIKULUM 2013

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Untuk BDR . Satuan Pendidikan           : SMP NEGERI 16 YOGYAKARTA Mata Pelajaran                ...