A.Pengertian Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi
Wiersma dan Jurs
membedakan antara evaluasi, pengukuran dan testing. Mereka berpendapat bahwa
evaluasi adalah suatu proses yang mencakup pengukuran dan mungkin juga testing,
yang juga berisi pengambilan keputusan tentang nilai. Pendapat ini sejalan
dengan pendapat Arikunto yang menyatakan bahwa evaluasi merupakan kegiatan
mengukur dan menilai. Kedua pendapat di atas secara implisit menyatakan bahwa
evaluasi memiliki cakupan yang lebih luas dari pada Wiersma dan Jurs membedakan
antara evaluasi, pengukuran dan testing. Mereka berpendapat bahwa evaluasi
adalah suatu proses yang mencakup pengukuran dan mungkin juga testing, yang
juga berisi pengambilan keputusan tentang nilai. Pendapat ini sejalan dengan
pendapat Arikunto yang menyatakan bahwa evaluasi merupakan kegiatan mengukur
dan menilai. Kedua pendapat di atas secara implisit menyatakan bahwa evaluasi
memiliki cakupan yang lebih luas dari pada pengukuran dan testing.
Ralph W. Tyler,
yang dikutif oleh Brinkerhoff dkk. Mendefinisikan evaluasi sedikit berbeda. Ia
menyatakan bahwa evaluation as the process of determining to what extent the
educational objectives are actually being realized. Sementara Daniel
Stufflebeam (1971) yang dikutip oleh Nana Syaodih S., menyatakan bahwa
evaluation is the process of delinating, obtaining and providing useful
information for judging decision alternatif. Demikian juga dengan Michael
Scriven (1969) menyatakan evaluation is an observed value compared to some
standard. Beberapa definisi terakhir ini menyoroti evaluasi sebagai sarana
untuk mendapatkan informasi yang diperoleh dari proses pengumpulan dan
pengolahan data.
Sementara itu Asmawi Zainul dan Noehi Nasution mengartikan
pengukuran sebagai pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik
tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau obyek tertentu menurut aturan atau
formulasi yang jelas, sedangkan penilaian adalah suatu proses untuk mengambil
keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil
belajar baik yang menggunakan tes maupun nontes. Pendapat ini sejalan dengan
pendapat Suharsimi Arikunto yang membedakan antara pengukuran, penilaian, dan
evaluasi. Arikunto menyatakan bahwa mengukur adalah membandingkan sesuatu
dengan satu ukuran. Pengukuran bersifat kuantitatif. Sedangkan menilai adalah
mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian
bersifat kualitatif. Hasil pengukuran yang bersifat kuantitatif juga
dikemukakan oleh Norman E. Gronlund (1971) yang menyatakan “Measurement is
limited to quantitative descriptions of pupil behavior”
Pengertian penilaian yang ditekankan pada penentuan nilai suatu
obyek juga dikemukakan oleh Nana Sudjana. Ia menyatakan bahwa penilaian adalah
proses menentukan nilai suatu obyek dengan menggunakan ukuran atau kriteria
tertentu, seperti Baik , Sedang, Jelek. Seperti juga halnya yang dikemukakan
oleh Richard H. Lindeman (1967) “The assignment of one or a set of numbers to
each of a set of person or objects according to certain established rules”
B.Tujuan Evaluasi
Sebagaimana diuraikan pada bagian terdahulu bahwa evaluasi
dilaksanakan dengan berbagai tujuan.
Khusus terkait dengan pembelajaran, evaluasi dilaksanakan dengan tujuan:
Khusus terkait dengan pembelajaran, evaluasi dilaksanakan dengan tujuan:
1.
Mendeskripsikan kemampuan belajar siswa
2. mengetahui
tingkat keberhasilan PBM
3. menentukan
tindak lanjut hasil penilaian
4. memberikan
pertanggung jawaban (accountability)
C. Fungsi
Evaluasi
Sejalan dengan
tujuan evaluasi di atas, evaluasi yang dilakukan juga memiliki banyak fungsi,
diantaranya adalah fungsi:
1.Selektif
2.Diagnostik
3.Penempatan
4. Pengukur keberhasilan
2.Diagnostik
3.Penempatan
4. Pengukur keberhasilan
Selain keempat
fungsi di atas Asmawi Zainul dan Noehi Nasution menyatakan masih ada
fungsi-fungsi lain dari evaluasi pembelajaran, yaitu fungsi:
1.Remedial 2. Umpan balik 3. Memotivasi dan membimbing anak 4. Perbaikan kurikulum dan program pendidikan 5. Pengembangan ilmu
D. Manfaat
Evaluasi
Secara umum
manfaat yang dapat diambil dari kegiatan evaluasi dalam pembelajaran, yaitu :
1. Memahami
sesuatu : mahasiswa (entry behavior, motivasi, dll), sarana dan prasarana, dan
kondisi dosen
2. Membuat keputusan : kelanjutan program, penanganan “ masalah “ 3. Meningkatkan kualitas PMB :komponen-komponen PMB
2. Membuat keputusan : kelanjutan program, penanganan “ masalah “ 3. Meningkatkan kualitas PMB :komponen-komponen PMB
Sementara
secara lebih khusus evaluasi akan memberi manfaat bagi pihak-pihak yang terkait
dengan pembelajaran,seperti siswa, guru, dan kepala sekolah.
Bagi Siswa
Mengetahui
tingka pencapaian tujuan pembelajaran: Memuaskan atau tidak memuaskan
Bagi guru
1.
Formatif
Evaluasi
formatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir pembahasan suatu
pokok bahasan / topik, dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauh manakah suatu
proses pembelajaran telah berjalan sebagaimana yang direncanakan. Winkel
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan evaluasi formatif adalah penggunaan
tes-tes selama proses pembelajaran yang masih berlangsung, agar siswa dan guru
memperoleh informasi (feedback) mengenai kemajuan yang telah dicapai. Sementara
Tesmer menyatakan formative evaluation is a judgement of the strengths and
weakness of instruction in its developing stages, for purpose of revising the
instruction to improve its effectiveness and appeal. Evaluasi ini dimaksudkan
untuk mengontrol sampai seberapa jauh siswa telah menguasai materi yang
diajarkan pada pokok bahasan tersebut. Wiersma menyatakan formative testing is
done to monitor student progress over period of time. Ukuran keberhasilan atau
kemajuan siswa dalam evaluasi ini adalah penguasaan kemampuan yang telah
dirumuskan dalam rumusan tujuan (TIK) yang telah ditetapkan sebelumnya. TIK
yang akan dicapai pada setiap pembahasan suatu pokok bahasan, dirumuskan dengan
mengacu pada tingkat kematangan siswa. Artinya TIK dirumuskan dengan
memperhatikan kemampuan awal anak dan tingkat kesulitan yang wajar yang
diperkiran masih sangat mungkin dijangkau/ dikuasai dengan kemampuan yang
dimiliki siswa. Dengan kata lain evaluasi formatif dilaksanakan untuk
mengetahui seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai. Dari
hasil evaluasi ini akan diperoleh gambaran siapa saja yang telah berhasil dan
siapa yang dianggap belum berhasil untuk selanjutnya diambil tindakan-tindakan
yang tepat. Tindak lanjut dari evaluasi ini adalah bagi para siswa yang belum
berhasil maka akan diberikan remedial, yaitu bantuan khusus yang diberikan
kepada siswa yang mengalami kesulitan memahami suatu pokok bahasan tertentu.
Sementara bagi siswa yang telah berhasil akan melanjutkan pada topik
berikutnya, bahkan bagi mereka yang memiliki kemampuan yang lebih akan diberikan
pengayaan, yaitu materi tambahan yang sifatnya perluasan dan pendalaman dari
topik yang telah dibahas.
2. Sumatif
Evaluasi
sumatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir satu satuan waktu yang
didalamnya tercakup lebih dari satu pokok bahasan, dan dimaksudkan untuk
mengetahui sejauhmana peserta didik telah dapat berpindah dari suatu unit ke
unit berikutnya. Winkel mendefinisikan evaluasi sumatif sebagai penggunaan
tes-tes pada akhir suatu periode pengajaran tertentu, yang meliputi beberapa
atau semua unit pelajaran yang diajarkan dalam satu semester, bahkan setelah
selesai pembahasan suatu bidang studi.
3. Diagnostik
Evaluasi
diagnostik adalah evaluasi yang digunakan untuk mengetahui kelebihan-kelebihan
dan kelemahan-kelemahan yang ada pada siswa sehingga dapat diberikan perlakuan
yang tepat. Evaluasi diagnostik dapat dilakukan dalam beberapa tahapan, baik
pada tahap awal, selama proses, maupun akhir pembelajaran. Pada tahap awal
dilakukan terhadap calon siswa sebagai input. Dalam hal ini evaluasi diagnostik
dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal atau pengetahuan prasyarat yang harus
dikuasai oleh siswa. Pada tahap proses evaluasi ini diperlukan untuk mengetahui
bahan-bahan pelajaran mana yang masih belum dikuasai dengan baik, sehingga guru
dapat memberi bantuan secara dini agar siswa tidak tertinggal terlalu jauh.
Sementara pada tahap akhir evaluasi diagnostik ini untuk mengetahui tingkat
penguasaan siswa atas seluruh materi yang telah dipelajarinya.
F. Prinsip
Evaluasi
Terdapat beberapa
prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakan evaluasi, agar mendapat
informasi yang akurat, diantaranya:
1. Dirancang
secara jelas abilitas yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilaian, dan
interpretasi hasil penilaian. à patokan : Kurikulum/silabi.
2. Penilaian
hasil belajar menjadi bagian integral dalam proses belajar mengajar.
3. Agar hasil
penilaian obyektif, gunakan berbagai alat penilaian dan sifatnya komprehensif.
4. Hasilnya
hendaknya diikuti tindak lanjut.
Prinsip lain
yang dikemukakan oleh Ngalim Purwanto adalah:
1. Penilaian
hendaknya didasarkan pada hasil pengukuran yang komprehensif.
2. Harus
dibedakan antara penskoran (scoring) dengan penilaian (grading)
3. Hendaknya
disadari betul tujuan penggunaan pendekatan penilaian (PAP dan PAN)
4. Penilaian
hendaknya merupakan bagian integral dalam proses belajar mengajar.
5. Penilaian
harus bersifat komparabel.
6. Sistem
penilaian yang digunakan hendaknya jelas bagi siswa dan guru.
G. Pendekatan
Evaluasi
Ada dua jenis
pendekatan penilaian yang dapat digunakan untuk menafsirkan sekor menjadi
nilai. Kedua pendekatan ini memiliki tujuan, proses, standar dan juga akan
menghasilkan nilai yang berbeda. Karena itulah pemilihan dengan tepat
pendekatan yang akan digunakan menjadi penting. Kedua pendekatan itu adalah
Pendekatan Acuan Norma (PAN) dan Pendekatan Acuan Patokan (PAP).
Sejalan dengan
uraian di atas, Glaser (1963) yang dikutip oleh W. James Popham menyatakan
bahwa terdapat dua strategi pengukuran yang mengarah pada dua perbedaan tujuan
substansial, yaitu pengukuran acuan norma (NRM) yang berusaha menetapkan status
relatif, dan pengukuran acuan kriteria (CRM) yang berusaha menetapkan status
absolut. Sejalan dengan pendapat Glaser, Wiersma menyatakan norm-referenced
interpretation is a relative interpretation based on an individual’s position
with respect to some group. Glaser menggunakan konsep pengukuran acuan norma
(Norm Reference Measurement / NRM) untuk menggambarkan tes prestasi siswa
dengan menekankan pada tingkat ketajaman suatu pemahaman relatif siswa.
Sedangkan untuk mengukur tes yang mengidentifikasi ketuntasan / ketidaktuntasan
absolut siswa atas perilaku spesifik, menggunakan konsep pengukuran acuan
kriteria (Criterion Reference Measurement).
1. Penilaian
Acuan Patokan (PAP), Criterion Reference Test (CRT)
Tujuan
penggunaan tes acuan patokan berfokus pada kelompok perilaku siswa yang khusus.
Joesmani menyebutnya dengan didasarkan pada kriteria atau standard khusus.
Dimaksudkan untuk mendapat gambaran yang jelas tentang performan peserta tes
dengan tanpa memperhatikan bagaimana performan tersebut dibandingkan dengan
performan yang lain. Dengan kata lain tes acuan kriteria digunakan untuk
menyeleksi (secara pasti) status individual berkenaan dengan (mengenai) domain
perilaku yang ditetapkan / dirumuskan dengan baik.
Pada pendekatan
acuan patokan, standar performan yang digunakan adalah standar absolut.
Semiawan menyebutnya sebagai standar mutu yang mutlak. Criterion-referenced
interpretation is an absolut rather than relative interpetation, referenced to
a defined body of learner behaviors. Dalam standar ini penentuan tingkatan
(grade) didasarkan pada sekor-sekor yang telah ditetapkan sebelumnya dalam
bentuk persentase. Untuk mendapatkan nilai A atau B, seorang siswa harus
mendapatkan sekor tertentu sesuai dengan batas yang telah ditetapkan tanpa
terpengaruh oleh performan (sekor) yang diperoleh siswa lain dalam kelasnya.
Salah satu kelemahan dalam menggunakan standar absolut adalah sekor siswa
bergantung pada tingkat kesulitan tes yang mereka terima. Artinya apabila tes
yang diterima siswa mudah akan sangat mungkin para siswa mendapatkan nilai A
atau B, dan sebaliknya apabila tes tersebut terlalu sulit untuk diselesaikan,
maka kemungkinan untuk mendapat nilai A atau B menjadi sangat kecil. Namun
kelemahan ini dapat diatasi dengan memperhatikan secara ketat tujuan yang akan
diukur tingkat pencapaiannya.
Dalam
menginterpretasi skor mentah menjadi nilai dengan menggunakan pendekatan PAP,
maka terlebih dahulu ditentukan kriteria kelulusan dengan batas-batas nilai
kelulusan. Umumnya kriteria nilai yang digunakan dalam bentuk rentang skor
berikut:
Rentang Skor
Nilai
80% s.d. 100% A
70% s.d. 79% B
60% s.d. 69% C
45% s.d. 59% D
< 44% E /
Tidak lulus
2. Penilaian
Acuan Norma (PAN), Norm Reference Test (NRT)
Tujuan
penggunaan tes acuan norma biasanya lebih umum dan komprehensif dan meliputi
suatu bidang isi dan tugas belajar yang besar. Tes acuan norma dimaksudkan
untuk mengetahui status peserta tes dalam hubungannya dengan performans
kelompok peserta yang lain yang telah mengikuti tes. Tes acuan kriteria
Perbedaan lain yang mendasar antara pendekatan acuan norma dan pendekatan acuan
patokan adalah pada standar performan yang digunakan.
Pada pendekatan
acuan norma standar performan yang digunakan bersifat relatif. Artinya tingkat
performan seorang siswa ditetapkan berdasarkan pada posisi relatif dalam
kelompoknya; Tinggi rendahnya performan seorang siswa sangat bergantung pada
kondisi performan kelompoknya. Dengan kata lain standar pengukuran yang
digunakan ialah norma kelompok. Salah satu keuntungan dari standar relatif ini
adalah penempatan sekor (performan) siswa dilakukan tanpa memandang kesulitan
suatu tes secara teliti. Kekurangan dari penggunaan standar relatif diantaranya
adalah (1) dianggap tidak adil, karena bagi mereka yang berada di kelas yang
memiliki sekor yang tinggi, harus berusaha mendapatkan sekor yang lebih tinggi
untuk mendapatkan nilai A atau B. Situasi seperti ini menjadi baik bagi
motivasi beberapa siswa. (2) standar relatif membuat terjadinya persaingan yang
kurang sehat diantara para siswa, karena padapada saat seorang atau sekelompok
siswa mendapat nilai A akan mengurangi kesempatan pada yang lain untuk
mendapatkannya.
Lingkungan
pendidikan Islam
1.Pengertian
Lingkungan
pendidikan adalah suatu institusi atau kelembagaan di mana pendidikan itu
berlangsung. Lingkungan tersebut akan mempengaruhi proses pendidikan yang
berlangsung. Dalam beberapa sumber bacaan kependidikan, jarang dijumpai
pendapat para ahli tentang pengertian lingkungan pendidikan Islam. Menurut
Abuddin Nata, kajian lingkungan pendidikan Islam (tarbiyah Islamiyah) biasanya
terintegrasi secara implisit dengan pembahasan mengenai macam-macam lingkungan
pendidikan. Namun demikian, dapat dipahami bahwa lingkungan pendidikan Islam
adalah suatu lingkungan yang di dalamnya terdapat ciri-ciri ke-Islaman yang memungkinkan
terselenggaranya pendidikan Islam dengan baik.
Sebagaimana
yang telah disinggung di bagian pendahuluan, bahwa dalam al-Qur’an tidak
dikemukakan penjelasan tentang lingkungan pendidikan Islam tersebut, kecuali
lingkungan pendidikan yang terdapat dalam praktek sejarah yang digunakan
sebagai tempat terselenggaranya pendidikan, seperti masjid, rumah, sanggar para
sastrawan, madrasah, dan universitas. Meskipun lingkungan seperti itu tidak
disinggung secara lansung dalam al-Qur’an, akan tetapi al-Qur’an juga
menyinggung dan memberikan perhatian terhadap lingkungan sebagai tempat
sesuatu. Seperti dalam menggambarkan tentang tempat tinggal manusia pada
umumnya, dikenal istilah al-qaryah yang diulang dalam al-Qur’an sebanyak 52
kali yang dihubungkan dengan tingkah laku penduduknya. Sebagian ada yang
dihubungkan dengan pendidiknya yang berbuat durhaka lalu mendapat siksa dari
Allah (Q.S. 4: 72; 7:4; 17:16; 27:34) sebagian dihubungkan pula dengan
penduduknya yang berbuat baik sehingga menimbulkan suasana yang aman dan damai
(16:112) dan sebagian lain dihubungkan dengan tempat tinggal para nabi (Q.S.
27: 56; 7:88; 6:92). Semua ini menunjukkan bahwa lingkungan berperan penting
sebagai tempat kegiatan bagi manusia,termasuk kegiatan pendidikan Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 1991
Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putra, 1999
Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta: Kalam Mulia, 2002
Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 1991
Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putra, 1999
Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam,(Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta: Kalam Mulia, 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar