Minggu, 04 Maret 2012


ANCAMAN TERORISME
DAN FUNDAMENTALISME KEBERAGAMAAN



Disusun oleh:
Muhammad Tasdik (10411073)
PAI 2
Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta
2010



KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.  Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang di berikan oleh Dosen pengajar. dalam makalah ini penulis membahas tentang fundamentalisme dan terorisme dengan pertimbangan materi di atas merupakan bahan tugas pendidikan kewarganegaraan sehingga dapat membantu untuk lebih memahami materi kewarganegaraan.
Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari adanya berbagai kekurangan baik dalam isi materi maupun penyusunan kalimat. Namun demikian pebaikan merupakan hal yang berlanjut sehingga kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini sangat penulis harapkan.
Akhirnya penulis menyampaikan terima kasih kepada DRS. H. Khamim  dan teman- teman sekalian yang telah membaca dan mempelajari makalah ini











BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hak untuk hidup adalah hak asasi yang paling dasar bagi seluruh manusia. Hak hidup merupakan bagian dari hak asasi yang memiliki sifat tidak dapat ditawar lagi (non derogable rights). Artinya, hak ini mutlak harus dimiliki setiap orang, karena tanpa adanya hak untuk hidup, maka tidak ada hak-hak asasi lainnya. Hak tersebut juga menandakan setiap orang memiliki hak untuk hidup dan tidak ada orang lain yang berhak untuk mengambil hak hidupnya.
Dalam hal ini terdapat beberapa pengecualian seperti untuk tujuan penegakan hukum, sebagaimana yang diatur juga dalam Article 2 European Convention on Human Rights yang menyatakan:
protection the right of every person to their life. The article contains exceptions for the cases of lawful executions, and deaths as a result of "the use of force which is no more than absolutely necessary" in defending one's self or others, arresting a suspect or fugitive, and suppressing riots or insurrections.

Pengecualian terhadap penghilangan hak hidup tidak mencakup pada penghilangan hak hidup seseorang oleh orang lainnya tanpa ada alas hak yang berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu contoh penghilangan hak hidup tanpa alas hak adalah pembunuhan melalui aksi teror. Aksi teror jelas telah melecehkan nilai kemanusiaan, martabat, dan norma agama. Terorisme biasanya selalu dikaitkan dengan fundamentalisme agama.

B. Pokok Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, dapat diambil tiga pokok masalah, yaitu:
1.      Apakah terorime dan fundamentalisme keberagamaan itu?
2.      Apakah sebab munculnya terorime dan fundamentalisme keberagamaan?
3.      Bagaimana cara menanggulangi dampak terorime dan fundamentalisme keberagamaan?





BAB II
TERORISME
A. Definisi Terorisme
Sebuah asas hukum menyatakan nullum crimen sine poena, yang artinya adalah tiada kejahatan yang boleh dibiarkan begitu saja tanpa hukuman. Demikian pula dengan kejahatan terorisme yang harus dibuatkan suatu instrumen hukumnya. Saat ini, terorisme telah menjadi suatu kejahatan lintas negara, terorganisir, dan bahkan merupakan tindak pidana internasional yang mempunyai jaringan luas, yang mengancam perdamaian dan keamanan nasional maupun internasional.
Secara bebas, terorisme dapat diartikan suatu ancaman teror untuk melakukan kejahatan dan kekerasan dengan tujuan meneror orang lain, menimbulkan ketidaknyamanan atau gangguan terhadap publik, tanpa alasan dan tujuan yang benar.
Isu terorisme mulai sering dibicarakan sejak perang dingin antara dua negara adikuasa berakhir, yakni setelah kalahnya negara adikuasa Uni sofyet ketika memerangi Afganistan. Kemudian negara-negara Islam yang berada dalam cengkeraman negara tersebut berusaha melepaskan diri. Bahkan lebih mengemuka lagi istilah terorisme setelah kejadian 11 September di Amerika Serikat tahun 2001.
Banyaknya pihak yang berkepentingan dalam kasus terorisme terutama terkait dengan isu politik dan agama, telah melahirkan berbagai opini. Contohnya, teroris diidentikkan sebagai tokoh Islam yang taat beribadah, berjenggot, bercelana cingkrang dan selalu membawa mushaf kecil. Pernyataan ini menunjukkan keterbelakangan tokoh tersebut dari aspek informasi dan pemikiran, bahkan pemahamannya akan ajaran agama. Pernyataan tersebut selain tidak sesuai dengan fakta, juga terselip bentuk kebencian terhadap umat Islam. Contoh lain adalah keberadaan kelompok Jamaah Islamiyah ini sesunguhnya belum bisa dibuktikan secara tepat, terutama kaitan kelompok ini dengan kelompok teroris internasional, Al-Qaeda. Penggunaan nama Jamaah Islamiyah pada kelompok ini menuai kritik dari beberapa kalangan intelektual muslim, karena penggunaan istilah Jamaah Islamiyah pada kelompok tersebut berarti “Kumpulan Umat Islam”, yang berarti merujuk pada seluruh orang yang menganut agama Islam.
Terorisme adalah musuh bersama bangsa Indonesia, musuh kemanusiaan, musuh rakyat Indonesia dan musuh dunia. Ada 2 alasan penting mengapa terorisme menjadi musuh bersama bangsa Insonesia :


1.      Demokrasi dan kebebasan politik tidak lengkap jika tidak merasa aman. Padahal gerakan reformasi bertujuan membuat kita semua merasa lebih aman di rumah sendiri dan lebih nyaman dalam kehidupan bernegara. Kita semua mengambil tanggung jawab memerangi terorisme yang ingin mengambil rasa aman.
2. Terorisme adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dalam bentuk gerakan yang terorganisasi. Dewasa ini terorisme mempunyai jaringan yang luas dan bersifat global yang mengancam perdamaian dan keamanan nasional maupun internasional.

B. Sebab-Sebab Muncul dan Berkembangnya Terorisme
Mengenal sebab sesuatu hal yang ingin kita obati merupakan perkara yang sangat penting. Dengan mengetahui sebab-sebab tersebut, akan dengan mudah mendiagnosa untuk selanjutnya memberikan terapi yang tepat terhadap suatu penyakit. Begitu juga untuk mengatasi kasus terorisme maka kita perlu mengetahui penyebab aksi teror tersebut terlebih dahulu.  Jika kita cermati banyak sekali fakror yang mendukung dan menyebabkan muncul dan berkembangnya terorisme. Berikut ini akan kami sebutkan faktor yang paling dominan, diantaraya :
1.      Penindasan yang dialami kaum muslimin di berbagai belahan dunia, terutama di negara-negara yang mayoritas non-muslim.
Walaupun menurut undang-undang internasional setiap individu dijamin kebebasan untuk menjalankan agamanya, akan tetapi undang-undang ini hanya dinikmati oleh orang non-muslim yang berada di negara-negara Muslim. Adapun untuk orang muslim yang berada di negara-negara non-muslim, undang-undang tersebut tidak diberlakukan. Mereka dikekang dan dibelenggu dalam menjalankan ajaran agama mereka secara sempurna. Ketimpangan ini memicu sebagian umat untuk memperjuangkan hak mereka dengan cara teror-teror di Negara-negara non-muslim.
2.      Penjajahan dan pencaplokan terhadap negara-negara muslim, seperti di Palestina, Iraq, dan Afganistan.
Dunia bungkam seribu bahasa terhadap penjajahan yang dilakukan Israil dan Amerika. Mengapa presiden George Bush tidak dibawa ke mahkamah hukum internasional sebagai penjahat perang dimana dia telah menentang keputusan PBB dan dunia internasional dalam aksi penyerbuannya ke Iraq. Demikian pula kekejaman Israil terhadap rakyat Palestina. Mengapa dunia internasional tidak bertindak dan menghukum Israil terhadap kejahatan dan kekejamannya di Palestina. Hal seperti inilah yang melahirkan aksi-aksi terror di berbagai belahan dunia.
3.      Terdapatnya kedzaliman sebagian penguasa terhadap para aktifis dakwah.
Berbagai konflik perebutan kebijakan dalam kekuasaan antara aktifis dakwah dengan sebagian penguasa tidak jarang bermuara kepada penculikan dan pembunuhan karakter dari pihak penguasa terhadap para aktifis dakwah. Ditambah lagi dengan adanya berbagai pihak yang tidak bertanggung jawab yang secara sengaja membenturkan antara umat Islam dengan penguasa, kemudian lahirlah kekhawatiran dari pihak penguasa akan terjadinya Islamisasi terhadap sebuah bangsa dan dianggap dapat mengganggu keamanan dan persatuan bangsa.
4.      Kebodohan umat terhadap agama terutama masalah aqidah dan jihad.
Jihad dalam pengertian umum yaitu berjihad dengan segala yang baik sesuai kemampuan masing-masing. Baik berupa harta atau ilmu, baik secara lisan maupun tulisan. Adapun jihad dalam pengertian khusus adalah jihad dengan senjata melawan orang kafir. Hal inilah yang umumnya dijadikan dasar para teroris dalam melancarkan teror-terornya.
5.      Ghuluw (ekstrim) dalam pemahaman dan pengamalan agama dari sebagian generasi muda Islam.
Adapun ghuluw di sini adalah melampaui batas perintah agama sehingga terjatuh kepada perbuatan bid'ah. Semangat beragama yang tidak diiringi dan didukung oleh pengetahuan agama yang cukup dan pemahaman yang benar sering membawa kepada sikap ekstrim dalam bersikap dan bertindak. Hal inilah yang sebagian besar mempengaruhi tumbuhnya gerakan terorisme dengan sasarannya adalah kaum muda karena pemahaman mereka yang sedikit tentang agama.
6.      Jauh dari bimbingan ulama dalam mempelajari dan memahami ajaran agama.
Mempelajari agama secara otodidak atau belajar agama bukan kepada ahlinya merupakan penyebab utama lahirnya berbagai kesesatan dalam menghayati dan mengamalkan ajaran agama diantaranya lahirnya terorisme. Yang salah bukan agama, akan tetapi cara dan jalan yang ditempuh dalam memahaminya. Bukan hanya ilmu agama, ilmu dunia sekalipun jika tidak dipelajari melalui ahlinya akan membawa kepada kebinasaan.
7.      Merajalelanya kemungkaran di tengah-tengah masyarakat, baik dari segi akhlak maupun pemikiran.
Kebebasan berfikir dan berekspresi tanpa karidor dan batas telah membuka pintu lebar-lebar bagi para menyembah hawa nafsu dan kaum zindiq untuk merusak ajaran agama. Adapun jika seseorang berkeinginan menjalankan ajaran agama secara benar justru dianggap melanggar kebebasan. Kebebasan sepihak ini membuat sebagian pihak yang tidak senang dan memicu tindak teror di tengah-tengah masyarakat.
8.      Lemahnya pengawasan badan penegak hukum dalam menindak berbagai bentuk pelanggaran hukum yang terjadi.
Seringkali lembaga penegakan hokum tidak peka terhadap permasalahan agama yang berpotensi menciptakan konflik. Hal ini menyebabkan sebagian orang lebih memilih menerapkan hukumnya sendiri-sendiri. Misalnya, lebih memilih menghukum orang dengan cara-cara terorisme.

C. Terorisme Dan Identitas Soliter
Ideologi terorisme senantiasa hidup, bahkan tumbuh subur di tengah gejolak politik global yang tidak adil dan kondisi obyektif sosial ekonomi yang kian karut-marut. Karena itu, diperlukan pendekatan yang mampu membongkar akar-akar terorisme. Harus diakui, kekerasan bukan hal baru, usianya setua umur manusia. Sejak manusia ada di bumi, sejak itu pula kekerasan mewujud sehingga Tuhan menciptakan manusia agar membawa misi perdamaian melalui para utusan-Nya dan akal budi. Menurut Sen, dalam sejarah agama dan negara bangsa, identitas soliter menjadi paling dominan penduduk bumi, yaitu identitas tunggal yang dianggap publik sebagai satu-satunya yang benar. Keyakinan itu lahir karena identitas dipahami sebagai takdir, bukan sesuatu yang bersifat dinamis, kontekstual, dan plural. Baik negara maju maupun berkembang sedang mengidap penyakit identitas soliter.
Untuk menggambarkan bahaya identitas soliter, ada sejumlah peristiwa masa lalu yang perlu dijadikan pelajaran. Konflik antara suku Hutu dan Tutsi di Rwanda memutus identitas kebangsaan dan kemanusiaan. Dalam hal ini, kesalahan terbesar dari ilusi identitas soliter adalah pengotakan identitas ke dalam federasi agama-agama dan peradaban. Padahal, setiap manusia tidak bisa disederhanakan dalam identitas soliter karena setiap manusia mempunyai identitas beragam. Di antaranya identitas bahasa, suku, organisasi, pendidikan, afiliasi politik, profesi, dan lain-lain. Karena itu, paham tentang "Barat dan anti-Barat" yang melanda masyarakat dunia saat ini menyimpan kemuskilan tersendiri. Di satu sisi paham itu mengotak-ngotakan identitas ke bentuk tunggal yang ekstrem. Di sisi lain, paham itu mengabaikan kemajemukan dan persinggungan antaridentitas. "Islam" dan "Barat".
Dalam sejarah peradaban dan ilmu pengetahuan, matematika, dan sains, yang belakangan dianggap sebagai "Barat", pada hakikatnya merupakan identitas peradaban yang lahir dan tumbuh di Timur. Sebaliknya, rasionalitas yang dikembangkan Ibnu Rushd adalah transmisi rasionalitas yang lahir dari rahim Aristoteles di Yunani. Demokrasi yang selama ini identik dengan Barat pada hakikatnya sudah dipraktikkan di Timur, seperti India, Iran, dan Arab. Begitu pula pemilahan identitas antara "Islam" dan "Barat" mempunyai kemuskilan tersendiri sebab di tengah komunitas Muslim, identitas Barat diterima, dipelajari, dan dikritisi. Sebaliknya di Barat, tradisi dan khazanah Islam menjadi salah satu bidang kajian yang diminati. Di antara mereka ada yang menjadi imam masjid, aktivis, pemikir, ahli komputer, mistikus, feminis, dan pebisnis media. Bahkan, populasi umat Islam di Amerika terus bertambah dan pelan-pelan menyodok populasi umat Yahudi. Atas dasar itu, Diana L Eck menyebut Amerika sebagai salah satu Islamic world. Dengan demikian, simplifikasi identitas "Barat dan anti-Barat" serta "Islam" dan "Barat" merupakan salah satu bentuk identitas soliter yang tidak bisa dipertahankan lagi. Pilihan atas identitas adalah pilihan terbuka, yang sejatinya membangun rasionalitas dan perdamaian. Karena itu, federasi agama-agama dan peradaban sebisa mungkin dijadikan federasi yang terbuka untuk dialog, bukan federasi yang tertutup dan soliter sebab federasi yang soliter hanya menyuburkan kebencian dan kekerasan

C. Dimensi Terorisme
Kejahatan terorisme merupakan salah satu bentuk kejahatan berdimensi internasional yang sangat menakutkan masyarakat. Di berbagai negara di dunia telah terjadi kejahatan terorisme baik di negara maju maupun negara-negara sedang berkembang, aksi-aksi teror yang dilakukan telah memakan korban tanpa pandang bulu. Hal ini menyebabkan Perserikatan Bangsa Bangsa dalam kongresnya di Wina Austria tahun 2000 mengangkat tema The Prevention of Crime and The Treatment of Offenders, antara lain menyebutkan terorisme sebagai suatu perkembangan perbuatan dengan kekerasan yang perlu mendapat perhatian. Menurut Muladi, terorisme merupakan kejahatan luar biasa (Extraordinary Crime) yang membutuhkan pula penanganan dengan mendayagunakan cara-cara luar biasa (Extraordinary Measure) karena berbagai hal:
a.    Terorisme merupakan perbuatan yang menciptakan bahaya terbesar (the greatest danger) terhadap hak asasi manusia. Dalam hal ini hak asasi manusia untuk hidup (the right to life) dan hak asasi untuk bebas dari rasa takut.
b.   Target terorisme bersifat random atau indiscriminate yang cenderung mengorbankan orang-orang tidak bersalah.
c.    Kemungkinan digunakannya senjata-senjata pemusnah massal dengan memanfaatkan teknologi modern.
d.   Kecenderungan terjadinya sinergi negatif antar organisasi terorisme nasional dengan organisasi internasional.
e.    Kemungkinan kerjasama antara organisasi teroris dengan kejahatan yang terorganisasi baik yang bersifat nasional maupun transnasional.
f.    Dapat membahayakan perdamaian dan keamanan internasional.

Terorisme sebagai kejahatan telah berkembang menjadi lintas negara. Kejahatan yang terjadi di dalam suatu negara tidak lagi hanya dipandang sebagai yurisdiksi satu negara tetapi bisa diklaim termasuk yurisdiksi tindak pidana lebih dari satu negara. Menurut Romli Atmasasmita dalam perkembangannya kemudian dapat menimbulkan konflik yurisdiksi yang dapat mengganggu hubungan internasional antara negara-negara yang berkepentingan di dalam menangani kasus-kasus tindak pidana berbahaya yang bersifat lintas batas teritorial. Kejahatan terorisme menggunakan salah satu bentuk kejahatan lintas batas negara yang sangat mengancam ketentraman dan kedamaian dunia.

D. Solusi Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme
Perkembangan aksi terorisme pada saat ini telah membuat dunia menjadi tidak aman. Ancaman terorisme dapat terjadi kapan saja dan di mana saja serta dapat mengancam keselamatan jiwa setiap orang. Saat ini tidak ada tempat yang aman dan dapat dikatakan bebas dari ancaman terorisme. Dalam keadaan negara Indonesia yang sedang membangun pada saat ini, diperlukan kemantapan stabilitas keamanan di semua bidang. Selama jaringan terorisme Internasional memiliki ruang untuk tumbuh dan berkembang, maka kemantapan stabilitas keamanan dalam negeri akan terancam. Beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai pencegahan terorisme diantaranya:
1.      Menghentikan penjajahan terhadap negara-negara muslim, serta mengembalikan hakhak umat Islam terutama di Palestina, Afganistan dan Irak.
2.      Menghentikan penindasan dan pengekangan terhadap umat Islam dari menjalankan ajaran agama mereka, terutama di negara-negara yang mayoritas non muslim.
3.      Menegakkan nilai-nilai keadilan di tengah-tengah masyarakat, serta menumpas segala bentuk maksiat dan kemungkaran terutama penodaan terhadap agama.
4.      Menanamkan aqidah yang benar kepada umat, terutama generasi muda.
5.      Mempelajari ilmu agama dari ulama yang terpercaya dalam ilmunya. Bukan orang yang berpura-pura seperti ulama.
6.      Mengembalikan persoalan-persoalan besar dan penting kepada penguasa.
7.      Adanya kerjasama antara ulama dan umara' dalam pencerahan pemahaman agama kepada generasi muda.
8.      Perhatian orang tua terhadap pendidikan agama anak-anak mereka serta mengawasi kegiatan anak-anak mereka di luar rumah.
9.      Kepedulian masyarakat terhadap sesama, meninggalkan sikap acuh dan individualisme.
10.  Meningkatkan pengawasan ulama dan pihak terkait terhadap perkembangan pemahaman agama yang berkembang di masyarakat.


E. kesalahan Penanggulangan Kasus Terorisme di Indonesia
siapapun orang di dunia ini pastilah menolak terorisme. Agama manapun itu pastilah juga tidak setuju aksi teror. Jika ada terorisme, semua pihak pasti sepakat bahwa aparat kepolisian harus mengambil peran terdepan menumpasnya. Masyarakat akan membantu dan menyokong tugas polisi tersebut. Semua pihak tentu akan sepakat jika aparat berwenang menaati aturan main saat menumpas berbagai aksi teror. Sebaliknya, semua pihak pastilah menolak jika aparat kepolisian menghalalkan berbagai cara saat menjalankan tugasnya.
Di sinilah masalahnya, sebagai aparat penegak hukum, polisi tidak jarang melanggar aturan main, terutama saat menjalankan tugasnya. Para korban penangkapan terkadang mendapat perlakuan yang tidak sewajarnya dari polisi. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang mendapat teror, baik fisik maupun non-fisik. Jika ituu benar, maka polisi menjadi pihak pertama yang melanggar undang-undang. Pelanggaran itu pula yang mencuat ke permukaan saat  polisi menciduk paksa sejumlah aktivis Islam di sejumlah daerah, seperti Jakarta, Solo, Sukoharjo, Wonogiri, Mojokerto, dan lainnya.
Dalam hal ini apa saja yang dilanggar polisi? Menurut Direktur Eksekutif Front Perlawanan penculikan  (FPP) Kholid Syaefullah, dalam menjalankan aksinya, polisi acap kali mengabaikan aturan mainyang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan UU Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Semestinya dalam setiap aksi penangkapan seorang petugas dilengkapi dengan surat perintah tugas untuk menagkap. Selain itu, harus melengkapi diri dengan surat perintah pengkapan yang ditunjukkan kepada seseorang yang akan ditangkap sesuai identitasnya. Namun kenyataanya justru hal itulah yang sering diabaikan aparat kepolisian. Bila hal ini benar, maka asas praduga tak bersalah yang diianut Indonesia hanya ssemacam slogan saja.

F. Pelanggaran Terorisme Terhadap Syari'at Islam
Doktrin terorisme yang disuarakan kaum ekstrim telah melanggar syari’at Islam dengan berbuat zalim dan kerusakan di muka bumi. Dengan mengatasnamakan Islam, mereka melakukan aksi teror yang melukai umat Islam. Tidak hanya secara fisik tapi juga melukai hati umat Islam. Berikut ini pelanggaran-pelanggaran terhadap syariat Islam.
1.      Pengkafiran terhadap kaum muslimin
2.      Keliru dalam memahami kode etik jihad
3.      Melakukan pembunuhan tanpa alasan syar'i
4.      Membunuh diri sendiri untuk menutup kesalahan atau karena tidak sanggup menahan luka
5.      Menebarkan rasa takut di tengah-tengah kaum muslimin
6.      Membuat kerusakan di muka bumi
7.      Mencemarkan nama baik Islam dihadapan umat agama lain
Dari semua hal tersebut di atas, seharusnya para teroris yang menyatakan dirinya Islam dan mengatsnamakan Islam atas segala perbuatannya berfikir dua kali sebelum melancarkan aksi terornya. Jangan hanya dengan dasar jihad fi sabilillah lalu mereka melakukan pembunuhan, pengeboman, pengrusakan, dan lain-lain yang malah mencemarkan nama baik Islam di mata dunia. Bukankah masih banyak jalan untuk membela agama Islam, tidak harus dengan aksi teror yang menyakiti hati umat Islam di dunia.















BAB III
FUNDAMENTALISME KEBERAGAMAAN

A.    Paham Fundamentalisme
Gerakan Islam fundamentalis muncul karena pemahaman agama yang cenderung tekstualis, dan hitam-putih. Pemahaman seperti ini akan dengan mudah menggiring pada sikap keberagamaan yang kaku. Pembacaan agama tidak bisa terlepas dari konteks historisnya. Untuk itulah, pembacaan yang terbuka akan menghindarkan kita dari sikap yang berbau kekerasan. Semua fenomena dan/atau prilaku sosial itu bermula dari apa yang ada dalam pikiran individu. Bertolak dari hal ini jika dicermati maka tidak heran jika fundamentalisme dengan ideologi yang mereka fikirkan akhirnya menimbulkan fenomena sosial yang unik seperti terjelma dalam Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Front Pembela Islam(FPI), Jama'ah Islamiyah(JI), Hizbut Tahrir (HT), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan banyak lagi yang lainnya.

B.     Fundamentalisme Islam
Fundamentalisme Islam merupakan fenomena sosial diberbagai negara sebagai akibat dari derasnya arus modernisasi, dan ketidakpuasan terhadap nilai-nilai sosial yang dianggap telah menyimpang dari ajaran Islam yang sesungguhnya. Fundamentalisme mengambil bentuk perlawanan-terkadang berbentuk radikal. Acuan yang digunakan sebagai ukuran apakah nilai-nilai sosial yang nampak itu bagus apa tidak, perlu dilawan atau tidak adalah al-Qur’an dan Hadith.
Bagi kaum fundamentalis, Islam adalah satu-satunya jalan hidup dan harus ditegakkan tanpa mempertimbangkan pengaruhnya terhadap hak-hak dan kesejahteraan kelompok lain. Jalan lurus( al - sirat al mustaqim) telah ditentukan. Tuhan diwujudkan melalui seperangkat perintah hukum positif yang menunjukkan jalan yang benar dan bertindak pada semua keadaan. Satu-satunya tujuan hidup manusia dimuka bumi adalah merealisasikan perwujudanTuhan dengan melaksanakan hukum Tuhan secara patuh dan taat.
Kehidupan yang tunduk dan patuh pada hukum Tuhan dianggap lebih superior dari pada yang lainnya. Para pengikut semua jalan hidup yang lain dianggap kafir, munafik atau pun fasik. Dengan mengikatkan diri pada kepastian hukum yang telah ditetapkan kaum yang terbimbing dan yang sesat lebih muda  dibedakan. Kaum yang terbimbing adalah yang mematuhi hukum-hukum Tuhan sedangkan kaum tersesat adalah yang menolak, berupa melemahkan maupun mendebat hukum Tuhan. Kaum fundamentalis merasa lebih terbimbing dan superior karena Tuhan berada dipihaknya. Kaum muslim fundamentalis juga merasa kesempurnaan dan kekekalan Tuhan dapat digapai sepenuhnya dimuka Bumi ini. Seolah kesempurnaan Tuhan diletakakan pada dalam hukum Tuhan. Kesan yang terbangun adalah Kaum fundamentalis dapat menciptakan tata sosial yang mencerminkan kebenaran ilahi.

C.    Faktor-Faktor Sosial Yang Melatar Belakang MunculnyaFundamentalisme
Fundamentalisme muncul dipermukaan kehidupan sosial bukannya tanpa sebab yang melatar belakangi. Tentu saja ada dasar teologis yang digunakan pembenaran dari sikapnya yang radikal, tidak mengenal kompromi, keras dan tidak toleran. Yang paling penting untuk dicermati adalah bahwa fenomena ini tidak mungkin muncul dalam kondisi sosial yang vakum.
Sikap Barat yang tidak adil dalam berhubungan dengan dunia Islam merupakan salah satu indikasi yang kuat pemicu munculnya fundamentalisme ini. Tidak dapat dipungkiri juga bahwa sikap barat dan Israel terhadap Palestina telah menimbulkan militansi tertentu di kalangan Muslim yang merasa harus menunjukkan solidaritasnya kepada bangsa dan negara Palestina. Selain itu bagaimana barat menghabisi umat Islam di Iraq dan memporak-porandakan hubungan atau ukhuwwah Islamiyyah di Timur tengah dan masih banyak lagi ketidak adilan yang dilakukan oleh Amerika beserta kroninya terhadap umat Islam.
Dalam konteks ini dalam menghadapi raksasa yang besar telah menyebabkan mereka untuk menoleh pada cara survival yang mungkin bisa mereka lakukan. Bom bunuh diri, meneror, dan menyerang kepentingan pendukung Israel dan Amerika beserta kroninya secara tidak langsung merupakan pilihan bagi mereka. Sudah barang tentu ha1 ini tidak bisa untuk dibenarkan karena akan mendatangkan akibat bagi orang yang tidak ada sangkut pautnya dengan konflik diatas. Namun kenyataan ini telah memberi pelajaran suatu tindakan atau sikap apapun namanya tidak pernah lepas dari konteksnya. Jika asumsi ini benar, fundamentalisme dan radikalisme meskipun menggunakan agama sebagai payung maka ia juga tidak lepas dari konteks dari mana sikap seperti itu lahir.
Hasan Hanafi dalam ha1 ini juga punya pandangan bahwa fundamentalisme dan radikalisme agama muncul karena beberapa sebab, paling tidak ada dua sebab kemunculan aksi kekerasan dalam fundamentalisme Islam. Pertama, karena tekanan rezim politik yang berkuasa. Kelompok Islam tertentu tidak mendapat hak kebebasan berpendapat. Kedua , kegagalan-kegagalan ideologi sekuler rezim yang berkuasa, sehingga kehadiran fundamentalisme atau radikalisme agama dianggap sebagai alternatif ideologis satu-satunya pilihan yang nyata bagi umat Islam.
Fundamentalisme juga muncul karena ketiadaan kemampuan dalam menghadapi modernitas dan perubahan. Perlu digaris bawahi, fundamentalisme merupakan spirit gerakan dalam radikalisme agama. Karena gerakan radikalisme itu muncul sebagai respon atas modernitas maka sebaiknya dilihat hubungan antara tradisi dan modernitas secara obyektif. Dalam tubuh modernitas juga mengandung banyak ekses negatif. Antisipasi yang dilakukan
menyebabkan “totalitas” penolakan atas dasar agama. Hal ini bagi pendukung modernisasi tentunya juga tidak bisa seratus persen dibenarkan karena modernitas adalah sebuah fase sejarah yang mengelilingi kehidupan manusia, di mana terdapat sisi positif dan juga negatif.


























BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan






























DAFTAR PUSTAKA

Bakar,Abu Ebi Hara, Islam Radikalisme dan Demokrasi, Jurnal

Ulil Absor Abdalla, Senandung Librasi Berirama Ancaman Mati,

IslamLib. Com
Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 2008,

Erick Hiariej, Terorisme dan Dislokasi Sosial, Kompas 6 Agustus 2005, hlm. 7.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RPP ASMAUL HUSNA 1 LEMBAR KURIKULUM 2013

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Untuk BDR . Satuan Pendidikan           : SMP NEGERI 16 YOGYAKARTA Mata Pelajaran                ...